nasional

LPOI Sebut Politik Identitas Membuka Lebar Permainan Semu

Jumat, 17 Juni 2022 | 08:00 WIB
Sekretaris Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) H Imam Pituduh SH MM. (ANTARA/HO-BNPT)

JAKARTA, harianmerapi.com - Sekretaris Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) H Imam Pituduh SH MM mengatakan politik identitas, terutama praktik politisasi agama, merupakan bahaya laten yang perlu diwaspadai bersama terutama menjelang momentum politik.

Imam Pituduh khawatir karena politik identas bisa menjadi akselerator bagi rontoknya konstruksi sosial yang melahirkan konflik horisontal berkepanjangan.

"Bahaya laten ‘politisasi Agama’ perlu kita waspadai bersama-sama. Karena politik identitas dan agama yang dipolitisir, adalah formula yang sangat mudah untuk melakukan radikalisasi dan penyesatan masyarakat," kata Imam dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis (16/6/2022), seperti dilansir dari Antara.

Baca Juga: Hadapi Pilpres 2024, Politik Identitas Sudah Tak Relevan Lagi, Begini Pandangan Pengamat

Menurut dia, sikap pembiaran terhadap politisasi agama dan politik identitas justru membuka lebar-lebar bagi berkembangnya permainan semu (shadow game) yang menjajah cara berfikir masyarakat dan seakan-akan adalah hal yang lumrah, sehingga praktik yang demikian juga digunakan oleh oknum berkepentingan sebagai komoditas yang menjanjikan.

"Politik yang dibungkus agama selalu menjadi komoditas yang favorit untuk diperdagangkan di masyarakat yang mayoritas religius. Dalil-dalil agama selalu dijadikan justifikasi untuk mengambil langkah-langkah politik bagi mereka yang menjajakan politik identitas dan menggoreng agama sebagai komoditas," ujarnya.

Baca Juga: Mengenal Teknologi DVB-T2 yang Dibutuhkan Televisi dan STB untuk Menangkap Siaran Digital di Indonesia

Tidak hanya itu, lanjutnya, praktik politik identitas kian diperparah pasca perubahan kehidupan sosial masyarakat yang lekat dengan media sosial, serangan dan bombardir isu politisasi agama dan ideologisasi radikal juga bergerak masif melalui jalur online.

"Para 'buzzer' dan robot kelompok radikal, selalu berusaha bergerak secara masif menguasai jalur digital. Mereka menggunakan 'neuroscience' untuk membidik dan mempengaruhi anak muda dan para pemilih mayoritas, agar dapat dipengaruhi, diinfiltrasi dan dikendalikan alam bawah sadar dan 'lifestyle' masyarakat," jelasnya.

Baca Juga: Ridwan Kamil Sambutan di Wisuda Kelulusan Zara di SMAN 3 Bandung, Ini Pesannya yang Menohok untuk Para Ortu

Untuk mewaspadai dan mempersiapkan masyarakat dari maraknya isu politik identitas ke depannya, dirinya menilai perlu digelolarakan pemahaman terhadap isu politisisasi agama dan wawasan kebangsaan agar masyarakat memiliki imunitas dan daya dobrak untuk melawan segala bentuk ideologisasi radikal dan politisasi agama yang seiring sejalan.

"Masyarakat sebagai garda depan perlawanan harus di perkuat dalam kesatuan komando dan dilapisi dengan imunitas wawasan kebangsaan yang kuat dan dipersenjatai dengan pemahaman keagamaan yang moderat, ramah damai dan toleran. Karena Perlawanan ini tidak bisa sendiri sendiri," ujar mantan Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Wasekjen PBNU) ini.

Baca Juga: PSSI Berubah Sikap, Shin Tae-yong tetap Latih Timnas Senior

Dia melanjutkan bahwa juga diperlukan militansi masyarakat yang solid untuk mampu memfilter isu, opini, dan segala narasi negatif dari kelompok oknum berkepentingan, hingga tidak ada lagi terdengar 'noice' di sosial media politisasi agama dan ideologisasi radikal.

Halaman:

Tags

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB