KULON PROGO, harianmerapi.com - DPRD Kulon Progo mempertanyakan dan membahas perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD 2021 kepada Pemkab setempat.
Pembahasan ini dilakukan sebelum adanya evaluasi dari provinsi untuk kemudian ditandatangani bupati.
Perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD 2021 terbilang lebih cepat lantaran masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Kulon Progo akan segera habis.
Percepatan pembahasan dilakukan agar bupati saat ini yakni Sutedjo segera dapat menandatangani sebelum jabatannya dipegang Pelaksana Jabatan (PJ).
Baca Juga: Awal Ramadhan Harga Kebutuhan Pokok di Kulon Progo Naik, Ini Penyebabnya
Ketua DPRD Kulon Progo, Akhid Nuryati menjelaskan, pihaknya mempertanyakan dan membahas secara detail perihal rencana, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD 2021 kepada eksekutif. Termasuk di antaranya realisasi anggaran yang tidak tercapai disebabkan faktor apa.
"Contoh Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sekarang berubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Pada Agustus 2021 keluar PP Nomor 16 Tahun 2021 yang isinya melarang pemungutan IMB sehingga dihentikan. Namun kemudian, dibuat Perbup peristilahan yang menyebutkan bahwa IMB dan PBG sama tapi tetap tidak berani memungut sampai keluar SE pada akhir Desember sehingga los potensinya sampai Rp 1 miliar lebih," kata Akhid, Selasa (12/4/2021).
Kemudian hal wajib dan mendasar yang menjadi perdebatan adalah mengenai BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Anggaran yang tersedia mencapai Rp 25 miliar lalu terealisasi Rp 23 miliar untuk 56.000 warga miskin yang masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Baca Juga: Habisi 2 Gadis Secara Sadis, Dika Pembunuh Berantai Asal Kulon Progo Habiskan Sisa Hidup di Penjara
Legislatif kemudian mendorong agar Perbup Nomor 110 terkait hal itu diubah sehingga anggaran BPJS PBI bisa terserap untuk semua warga miskin yang tidak masuk DTKS. Saat ini, perubahan Perbup itu sedang berjalan.
"Kami wakil rakyat selalu mendorong dinas untuk bisa menyerahkan kartu BPJS PBI kepada sasaran penerimanya. Sebab selama ini mereka tidak tahu apakah punya BPJS atau tidak, padahal jelas-jelas punya karena sudah didanai pemerintah," urai Akhid.
Dijelaskannya, banyaknya sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) menunjukkan perencanaan yang kurang sehat meski dalam beberapa hal memang tidak bisa dihindari.
Seperti pengadaan barang dan jasa karena menyangkut lelang. Namun, silpa pada belanja pegawai terungkap dari Dinas Pendidikan yakni peruntukan BOS.
Baca Juga: Terima Audiensi, DPRD Kulon Progo Siap Jembatani Kepentingan BPK Resi Bisma