nasional

Hati-hati, modus baru TPPO lewat program magang mahasiswa ke Jepang

Selasa, 27 Juni 2023 | 21:25 WIB
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro (kedua kanan) saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (27/6/2023). (ANTARA/Narda Margaretha Sinambela )

HARIAN MERAPI - Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus mengirimkan mahasiswa magang ke Jepang sudah ditemukan, maka berhati-hatilah.

"Pengungkapan selanjutnya adalah TPPO dengan modus program magang ke luar negeri yang mengakibatkan korban sebagai mahasiswa mengalami eksploitasi," ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (27/6/2023).

Djuhandhani mengatakan bahwa kasus ini diawali dengan adanya laporan dari korban berinisial ZS dan FY kepada pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo. Berdasarkan keterangan kedua pelapor, mereka bersama sembilan mahasiswa lainnya dikirim oleh salah satu politeknik di Sumatera Barat untuk mengikuti program magang.

Baca Juga: Kecelakaan maut di Tol Solo-Ngawi, tewaskan 3 orang dan 10 luka-luka

"Namun, korban dipekerjakan sebagai buruh," ungkapnya.

Menurut Djuhandhani, para korban tertarik untuk kuliah di Politeknik tersebut, karena tersangka dengan inisial G yang menjabat sebagai Direktur Politeknik periode 2013-2018 menerangkan keunggulan dari politeknik tersebut, yaitu beberapa program magang ke Jepang. Beberapa jurusan yang dimaksud adalah teknologi pangan, tata air pertanian, mesin pertanian, hortikultura dan perkebunan.

Selama satu tahun mengikuti program magang ke Jepang, para korban dipekerjakan selayaknya buruh dengan ketentuan bekerja selama 14 jam mulai pukul 08.00 hingga 22.00. Pekerjaan tersebut dilakukan setiap hari selama tujuh hari tanpa libur dan hanya diberikan waktu istirahat selama 10 hingga 15 menit untuk makan.

Baca Juga: Kumpulan cerita lucu dan kisah nyata, belanja bibit sayuran lupa bawa uang dan menukar nama kucing kesayangan

Para korban juga tidak diperkenankan untuk ibadah. Padahal, dalam aturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 tahun 2020 di Pasal 19 menegaskan bahwa pembelajaran 1 SKS pada proses pembelajaran berupa jam-nya, seharusnya 170 menit per minggu per semester.

Dia menyebutkan para korban diberikan upah sebesar 50.00 yen atau Rp5 juta per bulan. Tidak hanya itu, mereka harus memberikan dana kontribusi ke kampus sebesar 17.500 yen atau setara Rp2 juta per bulan.

Selain itu, sambung Djuhandhani, korban diberangkatkan ke Jepang menggunakan visa pelajar yang berlaku selama satu tahun. Namun, setelah habis masa berlaku diperpanjang oleh pihak perusahaan menjadi visa kerja selama enam bulan.

"Setelah mengetahui hal itu korban menghubungi pihak politeknik untuk dipulangkan, namun justru korban diancam oleh politeknik apabila kerja sama politeknik dengan pihak perusahaan Jepang rusak maka korban akan di-drop out," jelas dia.

Berdasarkan hasil penyidikan diperoleh fakta bahwa politeknik tersebut tidak memiliki izin untuk proses pemagangan di luar negeri. Sesuai ketentuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: per.08/men/v/2008 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Pemagangan di Luar Negeri.

Baca Juga: Masa endemi, BPJS Kesehatan jamin pasien penderita Covid-19

Adapun politeknik dalam menjalankan program magang juga tidak memiliki kurikulum pemagangan di luar negeri. Lalu, menjalin kerja sama dengan pihak luar negeri dalam hal ini perusahaan di Tokyo, Jepang, tanpa diketahui oleh pihak KBRI Tokyo.

Halaman:

Tags

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB