HARIAN MERAPI - Banjir bandang dan tanah longsor usai curah hujan yang ekstrem di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh menjadi salah satu pembahasan dalam rapat di Kantor Kemendagri, Jakarta pada Senin, 1 Desember 2025.
Dalam rapat koordinasi untuk kesiapan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 serta antisipasi bencana hidrometeorologi itu, pemerintah daerah diingatkan terkait pengelolaan tata ruang.
Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Raditya Jati, menyebut bahwa setiap kepala daerah harus memahami risiko dan mitigasi bencana di wilayah kepemimpinannya.
Baca Juga: Pembukaan akses Tarutung–Sibolga dan Tarutung–Padang Sidempuan perlancar distribusi logistik
Soroti Kesiapan Mitigasi Bencana di Daerah
Raditya Jati mengatakan bahwa pemimpin daerah sering menyalahkan curah hujan yang tinggi sebagai penyebab bencana hidrometeorologi.
“ini yang sering kali terjadi dan sering kali menyalahkan curah hujan yang tinggi sehingga mereka tidak siap, padahal sebetulnya juga ada permasalahan misalnya tata ruang,” ucap Raditya Jati dalam rapat tersebut.
Ia kemudian menyoroti tentang kesigapan pemerintah daerah untuk bergerak mandiri, sehingga tak hanya menunggu bantuan dari pemerintah pusat, seperti penetapan status kedaruratan dan kaji cepat kebencanaan.
Baca Juga: Isi libur Nataru bersama keluarga, ini paket wisata yang disiapkan Kemenpar
“Yang paling penting adalah kepala daerah paham, jadi jangan menunggu kejadian bencana baru meminta bantuan dari pusat,” imbuhnya.
Mengenai tambahan informa pemda dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Raditya menyebutnya sebagai peringatan dini yang harus mendapat respons cepat untuk aksi nyata kesiapsiagaan.
Perlunya Tata Ruang yang Sesuai Aturan
Baca Juga: Akhir Tahun Telah Tiba, Ini 5 Destinasi Wisata di Jawa Tengah yang Nyaman untuk Perjalanan Touring
Mengenai potensi bencana, Raditya juga menyinggung tentang pengelolaan tata ruang di daerah yang memiliki dampak langsung dengan warga.