Kritik Buruh: Pajak Berat, Konglomerat Diampuni
Dalam kesempatan yang sama, Said Iqbal menegaskan, jika PTKP dinaikkan, maka daya beli masyarakat bisa meningkat.
Di sisi lain, buruh akan punya ruang belanja lebih besar, konsumsi domestik terdongkrak, dan pertumbuhan ekonomi ikut bergerak.
Narasi ini sejalan dengan pandangan Purbaya yang menekankan penguatan basis pajak lewat kepatuhan, bukan melalui “jalan pintas” menuju tax amnesty jilid III.
Baca Juga: Utamakan Keselamatan, IFG Marathon 2025 di Labuan Bajo Resmi Ditunda
Buruh juga menyoroti sikap pemerintah sebelumnya yang dianggap terlalu kapitalis, lebih berpihak pada korporasi ketimbang pekerja.
Dalam perspektif mereka, tax amnesty hanya menguntungkan kalangan elite ekonomi tanpa memberi manfaat langsung pada kelas pekerja di Tanah Air.
"Akibatnya apa? Kalau kita bayar pajaknya, naik PTKP, ada data saving. Nah kalau data saving kita belanja," ujar Said Iqbal.
"Purchasing power bisa naik, konsumsi naik, ekonomi growth naik, terbukalah lapangan kerja. Tidak ada PHK. Itu logisnya sederhana," tambahnya.
Baca Juga: KPK masih dalami hasil pemeriksaan Bupati Pati Sudewo soal kasus DJKA
Kekhawatiran Menkeu Purbaya
Dalam kesempatan berbeda, Menkeu Purbaya pernah menegaskan ihwal bahayanya normalisasi tax amnesty.
Menurutnya, jika pengampunan dilakukan tiap beberapa tahun, maka pesan yang sampai ke publik yakni tentang tidak perlunya taat pajak, toh nanti juga ada amnesti lagi.
Baca Juga: Marak dugaan keracunan Program MBG, Kepala BGN minta SPPG perbaiki pola masak
“Kalau amnesty berkali-kali gimana jadi kredibilitas amnesty? Itu memberikan signal ke para pembayar pajak bahwa boleh melanggar nanti ke depan-ke depan ada amnesty lagi,” ujar Purbaya kepada awak media di Jakarta, pada Senin, 22 September 2025.