HARIAN MERAPI - Putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan lokal telah menjawab masalah fundamental penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Hal itu dikatakan Program Manajer Perludem Fadli Ramadhanil saat diskusi daring yang diikuti di Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Perludem.
MK memutuskan pemilu anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah digelar dua atau dua setengah tahun sejak pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden terpilih.
Baca Juga: Begini kronologi kasus Mbah Tupon sejak Januari 2024, menurut kuasa hukum Ahmadi dan Indah
"Bagi kita, ini adalah putusan yang sangat penting untuk menjawab masalah fundamental kerumitan dari penyelenggaraan pemilu kita," kata Fadli seperti dilansir Antara.
Fadli menjelaskan permohonan itu diajukan Perludem karena keinginan untuk merancang format keserentakan pemilu yang mengakomodasi tiga aktor penting pemilu, yakni pemilih, partai politik, dan penyelenggara pemilu.
Keserentakan pemilu diharapkan dapat menjaga kualitas kedaulatan rakyat, memperkuat pelembagaan partai politik, serta merasionalisasi beban kerja dan manajemen penyelenggara pemilu.
Menurut Fadli, ihwal keserentakan penyelenggaraan pemilu dan dampaknya terhadap tiga aktor pemilu tersebut telah dipertimbangkan Mahkamah Konstitusi dalam putusan yang diucapkan pada Kamis (26/6).
Baca Juga: 177 Koperasi Desa Merah Putih di Karanganyar digandeng BUMN untuk diajak kerjasama
Mahkamah mengamini adanya permasalahan yang dialami tiga aktor itu dalam format keserentakan pemilu selama ini, yakni pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden yang digabung dengan pemilu DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota atau pemilu "lima kotak", ditambah dengan pilkada pada tahun yang sama.
Maka dari itu, MK memutuskan keserentakan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional ke depan adalah pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden (pemilu nasional), disusul dengan pemilu DPRD provinsi/kabupaten/kota dan kepala/wakil kepala daerah (pemilu lokal).
Fadli menambahkan bahwa model keserentakan ini merupakan penegasan dari putusan-putusan Mahkamah sebelumnya.
"Pemilu DPR, DPD, dan presiden yang tidak lagi boleh dipisah itu sudah dikunci di putusan-putusan sebelumnya. Tapi, di Putusan 135 ini, MK juga menjelaskan dan memberikan kepastian, pemilu DPRD dengan pemilu kepala daerah, baik di level provinsi, kabupaten, kota, itu juga mesti dilaksanakan secara serentak," ujarnya.
Baca Juga: Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa urung diperiksa, begini respons Ketua KPK