Seminar Nasional Ungkap Fakta Baru: Sektor Konstruksi Jadi Sumber Mikroplastik yang Terlupakan

photo author
- Senin, 6 Oktober 2025 | 13:25 WIB
Ilustrasi - Sektor konstruksi memiliki kontribusi signifikan terhadap pencemaran mikroplastik.  (Foto. Dok. Istimewa)
Ilustrasi - Sektor konstruksi memiliki kontribusi signifikan terhadap pencemaran mikroplastik. (Foto. Dok. Istimewa)
 
HARIAN MERAPI - Isu mikroplastik yang selama ini identik dengan laut dan sampah rumah tangga ternyata memiliki dimensi baru. 
 
Banyak yang tak menyangka bahwa sektor konstruksi memiliki kontribusi signifikan terhadap pencemaran mikroplastik, terutama melalui cat bangunan, pipa PVC, material pelapis, dan busa isolasi. 
 
Fakta ini diungkap oleh Prof. Widodo Brontowiyono, dosen Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), dalam paparannya berjudul 'Microplastics: Environmental and Construction Issues' dalam Seminar Nasional online yang diselenggarakan oleh P3SM (Perkumpulan Profesi Pengembangan Sumberdaya Manusia) dan Himpunan Jasa Konstruksi Indonesia (HJKI), Jumat (3/10/2025).
 
 
Ratusan peserta dari berbagai daerah, mulai dari profesional jasa konstruksi, para asesor, dosen, mahasiswa, hingga pemerhati lingkungan hadir dan memenuhi ruang seminar dengan antusiasme tinggi.
 
Prof. Widodo menjelaskan, mikroplastik adalah partikel plastik berukuran kurang dari 5 milimeter yang berasal dari dua jenis utama, yakni primer, seperti mikrobeads dalam kosmetik, dan sekunder, hasil degradasi plastik besar akibat panas, gesekan, dan cuaca.
 
Dalam dunia konstruksi, sumbernya ternyata banyak, mulai dari debu pemotongan material, cat dinding yang mengelupas, sisa pelapis jalan, hingga pipa dan membran bangunan yang menua. Ketika hujan turun, partikel halus ini terbawa air limpasan dan akhirnya bermuara ke sungai dan laut. Penyebaran mikroplastik bisa lewat air, udara, ataupun langsung ke tubuh manusia.
 
 
“Bangunan modern ternyata tidak hanya menyumbang emisi karbon, tetapi juga partikel mikroplastik yang mengancam kualitas air, udara dan kesehatan manusia,” ujar Prof. Widodo.
 
Sesi diskusi dipandu oleh Erlin Nurul AF  SAP dari P3SM, yang menyoroti pentingnya langkah mitigasi di lapangan. Para peserta setuju perlunya spesifikasi material rendah-shedding, penerapan green infrastructure seperti taman hujan dan bioswale, serta kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) dalam industri bahan bangunan.
 
Sejumlah praktisi menilai bahwa seminar ini membuka cakrawala baru bahwa isu mikroplastik ternyata tidak lagi sekadar urusan laut atau kosmetik, tetapi juga erat kaitannya dengan pembangunan perkotaan dan masa depan lingkungan.
 
 
Seminar ini menandai momentum penting bagi kalangan profesional konstruksi di Indonesia untuk berbenah. Dengan semangat kolaborasi akademisi, praktisi, dan regulator, muncul kesadaran baru bahwa pembangunan berkelanjutan tak cukup berbicara tentang energi hijau, tetapi juga tentang kebersihan partikel tak kasatmata.
 
“Sering kali, apa yang ditemukan manusia demi kemudahan hidup justru menjadi sebab kerusakan hidup itu sendiri. Plastik diciptakan untuk membantu kehidupan manusia, namun kini mikroplastik mengancam keberlangsungan manusia itu sendiri," tutup Prof. Widodo. *

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X