Dihantam Ombak Saat Operasi Pasien, Begini Kisah Para Relawan Medis di Rumah Sakit Kapal

photo author
- Senin, 14 Juli 2025 | 08:30 WIB
Tim medis melakukan operasi di RS Kapal hasil kolaborasi PT Pertamina International Shipping (PIS) dan doctorSHARE.  (Foto: Dok. Istimewa)
Tim medis melakukan operasi di RS Kapal hasil kolaborasi PT Pertamina International Shipping (PIS) dan doctorSHARE. (Foto: Dok. Istimewa)

HARIAN MERAPI - Meninggalkan segala kenyamanan dan hiruk pikuk kota besar, Josepha, 28 tahun, memilih jalan yang berbeda untuk mengabdi sebagai perawat. Ia memutuskan untuk menjadi relawan dan bekerja di pedalaman nusantara bersama Rumah Sakit Kapal Nusa Waluya II yang saat ini beroperasi di Waigeo Utara, Papua Barat Daya.

Saat memutuskan bekerja di atas kapal, tak pernah ia membayangkan bahwa suatu hari ia akan mendampingi penanganan operasi di ruang bedah yang kerap bergoyang, akibat hantaman ombak di laut.

"Selama kami pelayanan kurang lebih sekitar 3 minggu itu kami dihantam dengan ombak," ujar Josepha.

Baca Juga: Miliki 102 Kapal Berstandar Global, Pelayanan Armada PIS Kian Tangguh dan Andal

Ia bercerita hantaman ombak tersebut bagi awak kapal dianggap sebagai alun, namun untuk pekerja medis itu menjadi tantangan sendiri dalam melaksanakan aktivitas pelayanan mereka.

"Saat ada ombak, kami ada beberapa pasien operasi dan harus melakukan tindakan tersebut. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami saat bekerja di atas kapal, yakni ombak yang harus kami hadapi," lanjutnya.

Josepha telah bergabung menjadi relawan RS Kapal Nusa Waluya II selama 2 tahun. Ia memilih menjadi relawan untuk mengikuti panggilan hatinya melayani masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses kesehatan.

Baca Juga: Kunjungan Kapal Latih Esmeralda Peringati 60 Tahun Hubungan RI-Chili

Pengalaman lain yang ia ingat adalah, ketika harus merawat pasien berusia lanjut yang sudah tidak punya siapa-siapa. "Ia datang sendiri ke rumah sakit, dan pastinya itu sudah harus berjuang untuk mencapai ke sini. Ada masalah di pernafasannya, dan pasien tidak punya keluarga sama sekali. Sebagai perawat, di sini saya terasa menjalani profesi saya sesungguhnya. Merawat pasien tersebut hingga akhirnya pasien bisa kembali sembuh," ujarnya.

Cerita lain juga datang dari Parlin, 28 tahun, yang berprofesi sebagai apoteker. Datang jauh dari Jember, Jawa Timur, dan pertama kali menginjakkan tanah papua.

Bagi Parlin, mungkin kontribusinya kepada para pasien tidak sebesar jasa perawat dan dokter. Namun, ia tetap berusaha melayani sepenuh hati para pasien, yang rata-rata kesulitan berbahasa dan mengerti perawatan yang harus dilanjutkan.

Baca Juga: Diplomat Kemlu Ditemukan Tewas, Penjaga Kos Sempat Cek Kamar Mendiang Sebanyak Tiga Kali

"Kita harus menjelaskan kepada mereka dengan sabar dan perlahan, agar pengobatan yang diberikan bisa dimengerti," ucapnya.

Kesabaran Parlin melayani pasien ini pun berbuah manis, secara harfiah. "Soalnya pasien benar-benar memberikan kita buah-buahan untuk mengucapkan terima kasih. Ini apresiasi yang tidak pernah kita dapatkan sebelumnya di kota-kota, jadi satu sisi ini sangat menyentuh bagi saya," imbuhnya.

Pemberian buah-buahan dan hasil bumi ini tidak sekali dan dua kali dilakukan para pasien kepada para relawan. Diberikan sebagai ucapan terima kasih, karena para pasien tidak perlu membayar biaya perawatan dan pengobatan. Sehingga mereka kerap kembali kunjungi RS kapal hanya untuk mengirimkan buah-buahan sebagai ucapan terima kasih.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X