HARIAN MERAPI - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Marsudi Syuhud berharap NU dalam momentum hari lahirnya yang ke-101, terus membumikan paham ahlussunnah waljama'ah (aswaja).
"Terus membumikan paham aswaja, yang kemudian menjadi budaya kebangsaan yang mulai beberapa periode kepemimpinan NU ke belakang sudah menjadi rujukan, tidak sekadar di Indonesia namun juga internasional," kata KH Marsudi dalam keterangannya diterima di Jakarta, Minggu (28/1/2024).
Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) itu menjelaskan, aswaja merupakan paham keagamaan pemersatu bangsa yang tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), dan tawazun (seimbang). Artinya, paham ini mengajarkan toleransi yang bisa diterima oleh seluruh kalangan hidup satu sama lain.
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin apresiasi sikap positif ulama dalam menghadapi pemilu
"Paham ini adalah paham pembumian nilai-nilai agama dengan sosial kemasyarakatan, sehingga menjadi budaya yang kuat yang bisa diekspor ke berbagai belahan dunia," ucap KH Marsudi.
Lebih lanjut, KH Marsudi berharap NU juga terus menaruh perhatian pada bidang pendidikan dan kesehatan.
Dalam bidang pendidikan, ia berharap NU membesarkan dan menambah lembaga pendidikan untuk perkembangan keilmuan. Selain itu, ia juga berharap pengurus NU lebih memprioritaskan sektor kesehatan.
"Menurut saya sektor kesehatan hari ini yang harus dikembangkan, karena masih banyak kebutuhan rumah sakit yang dengan kekhasan-nya masih dibutuhkan," tuturnya seperti dilansir Antara.
Baca Juga: Sri Sultan HB X terima kunjungan Presiden Joko Widodo di Keraton Kilen Yogyakarta
Di bidang politik, KH Marsudi mengingatkan bahwa NU menganut politik kebangsaan untuk memastikan empat hal.
Pertama, berjalan-nya seluruh pengambilan kebijakan politik dengan musyawarah; kedua, tanggung jawab kemaslahatan individu; ketiga, dan kemaslahatan publik dalam hak-hak dan persamaan hak di antara manusia; serta keempat, membantu untuk menyatukan dan membangun bangsa, bukan politik partisan.
Berikutnya, ia ingin budaya kumpul-kumpul di kalangan NU terus dijaga dan diperkuat. Menurut dia, budaya kumpul-kumpul tersebut mampu mempersatukan bangsa.
"Budaya ini telah berjalan dari sebelum berdiri-nya NU itu sendiri, betapapun kelihatannya sepele yang kelihatannya cuma yasinan, tahlilan, selawatan, selamatan, maulidan, rajaban, ruwatan, suroan, Agustusan, Hari Santri, majelis ta'lim, majelis zikir, halal bihalal, dan kumpal-kumpul lainnya, ini harus terus dijaga dan diperkuat," ujarnya.(*)