Begini cara menanggulangi trauma anak karena KDRT, orang tua juga harus diterapi

photo author
- Selasa, 11 Oktober 2022 | 11:55 WIB
ILUSTRASI  (ANTARA)
ILUSTRASI (ANTARA)



HARIAN MERAPI - Ketika dalam rumah tangga terjadi kekerasan atau KDRT, anak bisa mengalami trauma.


Agar tidak menimbulkan dampak berkepanjangan anak harus mendapat terapi secara tepat.


Psikolog dari Universitas Indonesia Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPED menyampaikan cara menanggulangi trauma pada anak akibat KDRT.

Baca Juga: Longsor di Purbalingga, polisi bersama warga gotong royong tangani longsor


Ia menjelaskan, tak hanya anak yang harus melakukan terapi melainkan orang tua juga perlu melakukannya.

"Anak itu sebetulnya kalau dia melihat saja dia bisa trauma. Jadi sebenarnya yang harus di-handle itu adalah abuser-nya. Karena kalau anaknya trauma kan harus ada penanganan tuh. Karena kalau kekerasan itu traumanya dalam dan harus ditangani sama profesional," kata Rosidana kepada ANTARA, Selasa.

"Tapi percuma kalau sudah ditangani anaknya trauma tapi di rumah terjadi lagi. Yang ada itu bisa jadi tambah parah karena dia merasa itu cycle yang dia nggak bisa stop. Dan kalau yang diterapi cuma anaknya, nanti dia akan merasa bahwa dia adalah penyebab," sambungnya.

Baca Juga: DPRD Temanggung inisiasi Perda penyelenggaraan pendidikan pesantren, sepenting apakah bagi Temanggung?

Apabila anak tidak melakukan terapi ketika mengalami trauma karena KDRT, hal tersebut pun bisa saja berdampak pada kehidupannya saat dewasa. Misalnya seperti mempengaruhi hubungan asmara sang anak di masa depan.

Kendati demikian, Rosdiana mengatakan bahwa hal ini tidak selalu terjadi. Sebab, setiap orang akan memiliki dampak yang berbeda-beda saat mengalami trauma.

"Bisa berpengaruh juga ke hubungan asmara dia ketika dewasa. Tapi ini tergantung ya. Anak ini korban, atau dia hanya melihat. Tiap orang itu kan beda, jadi dampaknya juga akan berbeda pada setiap orang. Bisa jadi kakak adik mengalami hal yang sama tapi dampaknya berbeda itu bisa," jelasnya.

Baca Juga: Longsor di Banjarnegara, petugas gabungan evakuasi lima korban, begini kondisinya

Di sisi lain, psikolog dari Universitas Indonesia Kasandra Putranto memaparkan bahwa anak yang melihat perilaku kekerasan setiap hari dalam rumah dapat mengalami gangguan fisik, mental, dan emosional.

"Gangguan emosional dapat dimanifestasikan dalam bentuk peningkatan perilaku agresif, kemarahan, kekerasan, perilaku menentang dan ketidakpatuhan serta timbul gangguan emosional dalam diri anak," ungkap Kasandra.

"Misalnya seperti rasa takut yang berlebihan, kecemasan, relasi buruk dengan saudara kandung atau teman, bahkan hubungan dengan orang tua serta mengakibatkan penurunan self esteem pada anak," pungkasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Sumber: Antara

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X