lifestyle

Anak kelas 1 SD disarankan skrining pendengaran, ini alasannya

Kamis, 29 Agustus 2024 | 11:00 WIB
Ilustrasi petugas medis memperlihatkan alat bantu dengar (ABD). (ANTARA FOTO/Rahmad)



HARIAN MERAPI - Guna deteksi dini ada tidaknya kelainan pendengaran, anak SD kelas 1 disarankan untuk melakukan skrining pendengaran.


Ini penting dilakukan sebagai upaya untuk mendeteksi dini risiko gangguan pendengaran yang bisa mengganggu performa akademik.


Demikian disarankan dokter spesialis telinga, hidung, tenggorok, dan bedah kepala leher.

Baca Juga: Hati-hati, minuman manis memiliki risiko lebih tinggi dari nasi untuk sebabkan diabetes tipe 2


"Anak kelas 1 hingga 6 SD, atau yang mengalami gangguan belajar perlu ikut skrining pendengaran atau langsung dikonsultasikan ke dokter THT di puskesmas atau RSUD," kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI KL) Jakarta Raya Dr. dr. Tri Juda Airlangga, Sp.THTBKL, Subsp.Kom (K) dalam seminar daring yang diadakan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Rabu.

Berdasarkan studi pada tahun 2019 pada anak sekolah diketahui bahwa prevalensi gangguan pendengaran sebanyak 2 persen, dengan jenis gangguan pendengaran terbanyak tipe konduktif akibat kotoran telinga.

"Dengan gangguan ini cukup bermakna yang mengakibatkan adanya gangguan atensi. Gangguan pendengaran walau derajat ringan bisa mengakibatkan gangguan atensi dan komunikasi. Kalau sudah (berlangsung) lama akademiknya akan turun," kata Airlangga.

Menurut dia, skrining pendengaran juga disarankan pada anak-anak yang mengalami gangguan dalam bicara dan tinggal kelas.

Baca Juga: Kabar dari IKN, Presiden Jokowi tunggu bandara selesai sebelum pindah dan berkantor di sana

Dia merujuk studi mengatakan bahwa kecenderungan anak-anak mengalami gangguan pendengaran pada nada tinggi dengan keluhan telinga sering berdenging.

"Setelah dengar suara pakai headphone, telinga berdengung. Itu gejala awal. Kalau terus-terusan, akan terjadi gangguan pendengaran permanen," ujar Airlangga.

Dalam kesempatan itu, Plt. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Maryati mengungkapkan di Indonesia prevalensi gangguan pendengaran pada anak usia lima tahun ke atas bisa sampai 2,6 persen antara lain tidak bisa mendengar dan ada kotoran telinga keras yang sulit dibersihkan.

Sementara itu, di DKI Jakarta, 10 kasus tertinggi terkait gangguan telinga antara lain terkait kotoran di telinga, telinga berair lalu gatal dan bunyi berdenging (tinitus) yang semuanya sangat mengganggu.

Baca Juga: Jangan takut untuk mengubah arah, simak peruntungan Shio Macan dan Shio Kelinci Kamis 29 Agustus 2024

Maryati mengingatkan masyarakat bahwa gangguan pendengaran sangat menyebabkan tidak nyaman. Pada anak, kondisi ini bisa mengganggu porsi waktu mereka untuk belajar, bersosialisasi dan lainnya.

Halaman:

Tags

Terkini