Benarkah trauma bisa menular ke orang-orang terdekat, begini penjelasan psikolog

photo author
- Senin, 14 Juli 2025 | 11:30 WIB
Dokter spesialis kejiwaan (psikiater) lulusan Universitas Sebelas Maret Surakarta dr. Jiemi Ardian Sp.KJ dalam acara peluncuran buku "Pulih dari Trauma" di Gramedia Jalma, Jakarta, Minggu (13/7/2025).  (ANTARA/Fitra Ashari)
Dokter spesialis kejiwaan (psikiater) lulusan Universitas Sebelas Maret Surakarta dr. Jiemi Ardian Sp.KJ dalam acara peluncuran buku "Pulih dari Trauma" di Gramedia Jalma, Jakarta, Minggu (13/7/2025). (ANTARA/Fitra Ashari)



HARIAN MERAPI - Jangan abaikan kondisi trauma seseorang, karena bisa menular ke orang-orang terdekat.


Biasanya, setelah mendengar cerita traumatis akan berpengaruh terhadap orang-orang terdekat.


Dokter spesialis kejiwaan (psikiater) lulusan Universitas Sebelas Maret Surakarta dr. Jiemi Ardian Sp.KJ mengatakan trauma bisa "menular" kepada orang terdekat yang memiliki hubungan personal karena paparan cerita traumatis terus menerus yang disebut dengan secondary trauma.

Baca Juga: Waspada, ancaman buaya Sungai Progo

"Misalnya saya mendengar ibu saya ngalamin apa atau teman dekat saya ngalamin apa, kedekatan itu yang memungkinkan (secondary trauma)," kata Jiemi dalam acara peluncuran buku "Pulih dari Trauma" di Gramedia Jalma, Jakarta, Minggu.

Dia mengatakan kalau pada konteks profesi berarti repetisi atau frekuensi itu yang memungkinkan hal tersebut menjadi secondary trauma atau trauma yang tertular dalam tanda kutip.

Secondary trauma bukan pengalaman trauma yang dialami sendiri, namun karena mendengar cerita pengalaman orang lain.

Jiemi mengatakan secondary trauma bisa dikarenakan seseorang yang memiliki profesi harus melihat secara langsung pengalaman traumatik seperti polisi yang menangani pembunuhan atau seorang psikiater yang mendengar cerita trauma pasiennya.

Baca Juga: Ramalan zodiak Aquarius besok Selasa 15 Juli 2025 soal cinta dan karir, apa pun yang terjadi dalam kehidupan cinta Anda sebenarnya serius

Ia mengatakan manusia bisa merasakan rasa sakit dari orang lain terutama yang memiliki kedekatan personal. Beda halnya jika melihat atau mendengar cerita dari orang lain yang memiliki trauma namun tidak memiliki kedekatan personal, maka hanya akan menimbulkan empati.

Perasaan sakit yang sama dengan yang menderita trauma bisa semakin dirasakan jika narasi diceritakan berulang, sehingga yang mendengar mempunyai memori yang menjadi realita dan menimbulkan secondary trauma.

"Konteksnya adalah bukan berarti kita gak boleh cerita, karena kalau trauma bisa ditularkan artinya pemulihan juga bisa ditularkan, kekuatan juga bisa ditularkan, welas asih juga bisa ditularkan. So, gak perlu takut dengan konteks trauma bisa ditularkan karena yang lain juga ditularkan," katanya.

Ia mengatakan, untuk mencegah trauma semakin mendalam baik bagi yang mengalami maupun rekan terdekat yang mengatakan, maka perlu ada pengulangan cerita yang berkebalikan dengan memori yang sudah ada.

Baca Juga: Belanja di Bandara YIA, Annisa dapat hadiah mobil, begini ungkapan rasa syukurnya

Pengulangan tersebut misalnya afirmasi positif bahwa ancaman tersebut tidak ada sehingga nantinya memori yang buruk akan hilang dengan memori positif baru.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X