SEPERTINYA menjadi semacam ritual tahunan, setiap libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), jalanan di Yogya dipadati kendaraan roda empat dengan pelat nomor luar Jogja. Kini Jogja menjadi tujuan wisata pertama di Indonesia, selain Bali.
Kawasan Tugu Malioboro selalu menjadi jujukan wisatawan. Seolah belum sah bila belum berkunjung ke kawasan ini.
Sirip-sirip Jalan Malioboro pun dipadati pengunjung. Wisatawan membelanjakan uangnya di kawasan ini. Para pedagang di kawasan tersebut meraup untung dari wisatawan. Berkenaan itulah Pemerintah Kota Jogja telah mengingatkan para pedagang untuk tidak nuthuk harga atau menaikkan harga di atas standar.
Baca Juga: Protes Pajak Hiburan Naik 40-75 Persen, Inul Daratista: Itungane Piye Pak Sandiaga Uno?
Forpi Kota Jogja secara intensif telah melakukan pemantauan terhadap masalah ini, termasuk mereka yang melanggar Perda, misalnya merokok di kawasan yang termasuk kawasan tanpa rokok (KTR).
Pasalnya, Pemkot sudah menyediakan tempat khusus bagi wisatawan yang ingin merokok, sehingga bagi yang melanggar bakal dikenai sanksi. Begitu pula yang membuang sampah sembarangan dapat dikenai sanksi.
Hanya saja, sejauh ini masih sebatas diperingatkan, terutama wisatawan luar daerah yang belum memahami Perda. Kalau mau jujur, sebenarnya penerapan sanksi dapat diterapkan kepada siapa saja, termasuk mereka yang belum memahami aturan. Ini sejalan dengan adagium bahwa semua orang dianggap tahu undang-undang, meski pada kenyataannya tidak semua orang tahu undang-undang.
Hanya saja, dalam praktiknya penegak hukum melihat situasi dan kondisi, termasuk Perda tentang larangan merokok di KTR maupun membuang sampah sembarangan. Untuk hal yang disebut terakhir ini, tak hanya berlaku di kawasan Malioboro saja, tapi juga di DIY.
Ini terkait dengan problem persampahan di DIY yang hingga kini belum terselesaikan. Membuang sampah kini hanya bisa dilakukan pada hari-hari tertentu saja di TPS atau depo yang tersebar di seluruh kecamatan.
Namun, mereka yang membuang sampah di sembarang tempat, pinggir jalan maupun sungai bakal dikejar Satpol PP dan diproses hukum atas tuduhan melakukan tindak pidana ringan. Sudah banyak para pembuang sampah yang disidang di pengadilan dan dikenai denda. Dilihat besaran dendanya mungkin tidak seberapa, namun bila pelanggaran dilakukan berulangkali, suatu saat akan memberatkan.
Kini yang lebih penting adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk taat aturan. Sebab, aturan dibuat untuk kepentingan bersama, bukan perorangan. Untuk mewujudkannya memang membutuhkan proses, bukan instan. (Hudono)