SEKOLAH yang ada banyak ruangnya, kadang ada satu ruang yang dianggap angker. Seperti ruang 13 di sebuah sekolah ini. Ada-ada saja cerita misteri yang muncul di sana.
Tiya terburu-buru memasuki gedung, bergegas mencari ruang kelas di mana setiap ruang terdapat sebuah komputer yang bisa digunakan untuk mengajar jarak jauh. Semua ruangan di lantai satu telah habis dipergunakan rekan-rekan sejawatnya.
Dengan napas yang tersegap-segap setelah menaiki tangga ke lantai dua dan berkeliling hanya tersisa ruang nomor 13 di sudut gedung paling dalam.
Baca Juga: Menutup Mata dengan Penyesalan 13: Bahagia Hanya di Awal
Menatap ruangan sebelah, Tiya mengintip dari bilik jendela. Ternyata ada rekannya, yakni ibu Nur yang sudah berada di ruangan tersebut. Mengetahui kehadiran temannya mereka saling melambaikan tangan. Dibuka pintu ruang 13, ini kali pertama dirinya menggunakan ruangan tersebut.
Segala tirai jendela disibakkan dan lampu dinyalakan. Pagi itu tergambar jelas awan mengisyaratkan kedatangan hujan yang gelap.
Ruangan tampak bersih dan rapi, tetapi Tiya tidak menemukan AC. Hanya ada sebuah kipas besar tertempel di langit-langit. Kipas dihidupkan mendadak bau aneh menyergap dirinya hingga tenggorokan terasa gatal. Berkali-kali batuk menerjang akhirnya mereda ketika beberapa tegukan air putih dirinya telan.
Baca Juga: Anak Tenggelam di Sendang, Setelah Warga Mengabaikan Ritual dan Norma-norma
Aroma aneh itu tiba-tiba hilang, Tiya tidak memperdulikan dan segera menyalakan komputer. Khawatir para mahasiswa sudah menunggu perkuliahannya. Selain itu, kelas yang akan dirinya ajar berisi mahasiswa-mahasiswa rajin.
“Lho kok semua belum gabung? Padahal ini sudah waktunya.” Gumam Tiya.
“Ada apa Bu?” Tiba-tiba ibu Nur datang mendatangi Tiya.
“Haduh! Ngagetin saja Bu.. Ini nunggu mahasiswa kok belum gabung di pembelajaran daring.
Ibu tidak mengajar?”
“Saya hanya menyematkan tugas saja sebentar. Jadi setelah ini saya bertolak ke gedung lain tapi sepertinya mau hujan deras. Eh Bu, ada yang sudah gabung tu. Saya temani di sini ya.” Terang ibu Nur.
Tiya merasa lega ditunggui temannya. Akhirnya perkuliahan dimulai. (Dikisahkan: Ichsan Nuansa)