Di dalam toilet, blus yang dikenakan buru-buru dia copot.
“Ya ampuuun...kok bisa begini?” Ternyata bra yang dia kenakan bukan miliknya, tetapi milik anak sulungnya.
Pantas saja sesak, karena agak kekecilan.
Sepanjang hidupnya Bu Widi belum pernah mengalami kekeliruan seperti pagi itu. Bu Guru Matematika itu heran bukan kepalang.
Meski begitu, rasa sesak dan tidak nyaman itu terpaksa dia tahan.
Begitu bel jam pelajaran terakhir berbunyi, Bu Widi nggeblas pulang.
Sesampai rumahnya, buru-buru masuk kamar dan membuka blusnya, ingin berganti ‘daleman’ miliknya sendiri.
Lagi-lagi terjadi hal yang tidak masuk akal. Bu Widi teramat sangat heran.
Begitu dia membuka blus, rasa sesak dan tidak nyaman di bagian dada itu hilang begitu saja.
Setelah diamati dengan seksama, ternyata bra yang dia kenakan bukan milik anaknya.
Tapi kepunyaannya sendiri. “Lho piye to iki, kok iso molak-malik?!”, ujarnya tak habis pikir.
Bu Widi teringat ujaran teman-teman Guru yang notabene sudah lama mengajar di sekolah itu, yaitu tentang adanya ‘perpeloncoan’ bagi Guru baru.
Dia pun bersujud. Berdoa, mohon keselamatan dan lindungan dari Tuhan Yang Maha Murah.
“Semoga perpeloncoan atas diriku cukup satu kali ini saja”, begitu pintanya. - Semua nama samaran - (Seperti dikisahkan FX Subroto di Koran Merapi) *