HARIAN MERAPI - Perdebatan mengenai bailout Bank Central Asia (BCA) kembali mencuat setelah sebagian media perbankan menyebut wacana peninjauan ulang dan pengambilalihan 51 persen saham bank tersebut sebagai ide “sesat”.
Pengamat sekaligus ekonom senior, HM Sasmito Hadinagoro mengungkap, BCA menjadi bank swasta paling menguntungkan dengan laba bersih lebih dari Rp50 triliun per tahun.
Sementara itu, publik masih mengingat bahwa bank tersebut dulu diselamatkan lewat uang rakyat.
"Para pemegang saham pengendali menikmati dividen jumbo tiap tahun, sedangkan beban obligasi rekap masih tercatat dalam ingatan sebagai utang rakyat," tulis Sasmito.
Kini, hal itu justru menimbulkan pernyataan besar karena publik menyoroti selama ini tidak mendapat ruang untuk memahami salah satu episode paling mahal dalam sejarah ekonomi Indonesia?
Sasmito pun turut menguraikan hal tersebut mulai dari krisis moneter hingga saran arah kebijakan Pemerintah RI. Simak ulasannya:
Krisis dan Triliunan Uang Rakyat
Krisis moneter 1997-1998 mengguncang sistem perbankan Indonesia. Banyak bank kolaps, hingga pemerintah mengambil langkah penyelamatan lewat program rekapitalisasi.
Caranya, negara menerbitkan obligasi rekap bernilai ratusan triliun rupiah. Dana inilah yang membebani APBN melalui pembayaran bunga setiap tahun. Salah satu penerima terbesar skema ini adalah BCA.
Kala itu, BCA nyaris tumbang. Namun berkat suntikan obligasi rekap, bank tersebut kembali sehat dan kini menjelma sebagai bank swasta terbesar di Indonesia.
Baca Juga: Terjadi lakalantas di Jl Wonosari - Yogya, satu tewas dua pengendara motor terluka
Saham Rp5 T yang Kini Bernilai Rp685 T