MENCARI pasir merupakan pekerjaan pokok Wintolo untuk menopang kehidupan keluarga. Baginya sering tidak terpikirkan risiko dan bahaya, hanya memang meningkatkan kehati-hatianya jika musim penghujan.
Dari pagi memang mendung, “Mas tetap akan nambang?” Tanya istrinya, ketika tahu suaminya bersiap-siap membawa peralatan, “Nampaknya hendak hujan,” ingat istrinya.
“Nggak apa-apa, Bu. Nanti jika hujan turun aku berhenti kok.”
“Oh, ya, hati-hati,” serta merta istrinya menyiapkan bekal untuk suaminya.
Pagi itu memang tak seperti biasanya, Wintolo berangkat hanya dengabn Sugi, karena yang lain kebetulan harus kondangan ke Bantul, “Kalau kamu juga ke Bantul aku nggak berangkat lho, Gi,” tukas Wintolo.
Sugi tersenyum, “Nggak, aku kan belum kenal sama yang sedang punya hajat,” jelas Sugi, “Yang masih kerabat ya, Bondhil , Tarno juga Wandi,” lanjutnya sambil menuruni jalan setapak ke arah tempat menambang.
“Utara nggak hujan kan, Gi?” Tanya wintolo sambil menyiapkan peralatan tambangnya.
“Nggak, hanya mendung tipis,” jawabnya sambil menengadah ke langit bagian utara.
“Ya, yuk kita mulai Yuk,, aku yang nyangkul kamu yang ngangkat ya,” tukas Wintolo.
Wandi menganggik, “Baik, nanti gentian.”
Kurang satu jam mereka menambang, ketika Wandi sedang menyunggi pasir hasil tambangan, yang kebetulan sudah sampai atas sungai, ia terdengar suara gemuruh, “Banjiir!” pikirnya, sambil menengok ke arah sungai, Nampak air keruh kehitaman mengalir deras, “Banjir! Banjir! Win! Wintolo!,” teriaknya cemas.