Pria 53 tahun itu mengatakan kebijakan hari dan jam tayang ini juga dipilih sebagai salah satu upaya untuk memastikan keselamatan suporter.
“Artinya kalau liga bergulir, makanya Jumat-Minggu, ini untuk memastikan suporter pulang ke rumah dengan selamat dan kendaraan umumnya ada,” kata Erick.
Sebagai bentuk wujud transformasi sepak bola Indonesia, Erick berharap adanya kebijakan ini suporter Indonesia menjadi dewasa sehingga tidak akan terjadi hal yang sama seperti tragedi mengenaskan yang terjadi setelah pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya tersebut.
Sebaliknya, jika nanti terjadi kerusuhan lagi, maka Erick mengatakan Indonesia berpeluang besar akan mendapatkan sanksi FIFA.
“Jangan terjadi kerusuhan. Inget lho, FIFA akan mengirim beberapa orang ke Indonesia akhir tahun ini. Salah satunya stadium security dan safety. Kalau gak berubah, ya pasti dihukum,” kata pria yang juga menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.
“Masa terus terusan, sudah Kanjuruhan, kemarin ada yang batal (Piala Dunia U-20), dulu ada intervensi pemerintah, tidak dihukum. Indonesia bukan anak emas. Ranking timnas aja 149, bukan 20 besar. Kalau 20 besar, FIFA mikir,” tambahnya.
Menjawab sampai kapan aturan itu akan berhenti, Erick mengatakan sampai induk organisasi sepak bola terbesar di dunia itu sudah menilai suporter Indonesia berubah total.
“Kalau ditanya tahun ini kita hanya akan pertandingan dengan suporter tuan rumah, sampai kapan? Ya sampai FIFA liat kita baik. Karena bagi FIFA, keselamatan manusia adalah prioritas,” kata Erick.
“Ini yang kita harap semua mendukung supaya kita sama sama perbaiki bola Indonesia,” tutupnya.*