Baca Juga: PDIP akan dukung Prabowo, jika .....
Salah satu standard itu adalah keharusan sebuah daerah memiliki stadion utama, beserta sistem akomodasi dan transportasi layak untuk mencapainya.
Dengan memberikan waktu sampai 12 tahun sebelum PON digelar, daerah memiliki waktu yang lebih lama untuk bersiap diri dengan membangun sarana dan prasarana PON, sehingga keluhan selama dan setelah acara akbar olahraga itu tidak terjadi.
Tetapi ini harus diimbangi dengan pemahaman bahwa PON adalah proyek daerah, bahwa acara ini adalah hajat besar masyarakat daerah, yang membuat masyarakat merasa terikat dan terlibat di dalamnya.
Di sisi lain, mismanajemen keuangan dalam penyelenggaraan PON tidak boleh lagi dianggap biasa, melainkan dipandang sebagai garis merah yang tak boleh lagi terulang pada PON berikutnya. Jangan ada pemakluman dan pemaafan untuk laku buruk selama penyelenggaraan acara akbar olahraga nasional ini.
Baca Juga: Lowongan kerja, KPU Sukoharjo butuh 9.135 petugas KPPS Pilkada 2024
Perubahan cara pandang ini tak hanya bisa berpengaruh positif dalam bagaimana acara olahraga diselenggarakan, tapi juga membuka pintu kepada masyarakat daerah untuk aktif terlibat dan merasakan PON sebagai bagian dari agenda hidup mereka.
Pada akhirnya perubahan pola pikir seperti itu adalah tentang revolusi mental mengenai bagaimana sebuah acara akbar olahraga diadakan dan diperlukan, sehingga olahraga dimuliakan pada tingkat lebih praktikal, bukan cuma jargon.(*)