JAKARTA, harianmerapi.com- Pengakuan korban seharusnya sudah cukup menjadi bukti dalam kasus kekerasan seksual. Karena itu harus menjadi pertimbangan penting bagi pengambil kebijakan.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar.
"Terkait dengan kasus kekerasan seksual, seharusnya pengakuan korban saja sudah cukup untuk menjadi bukti," kata Wahyudi ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (9/9/2021).
Penggunaan mekanisme tersebut bagi Wahyudi masih belum kuat di Indonesia. Padahal, keberanian untuk memberi pengakuan atas pelecehan yang dialami merupakan sesuatu yang sangat sulit bagi para korban.
Baca Juga: Saat Pandemi Covid-19, Produk Kesehatan Hadapi Persaingan Ketat di Pasar Global
Oleh karena itu, dia berharap agar dalam pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) unsur pengakuan korban dapat menjadi hal penting yang dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan.
"UU PKS nantinya harus bisa mengakomodasi itu semua, baik secara materiel maupun formil, terkait pembuktian kasus kekerasan," ucapnya.
Wahyudi memandang penting untuk memastikan alur atau pembuktian ketika terjadi kekerasan seksual yang tidak hanya berupa tindakan, tetapi juga kekerasan yang terjadi secara verbal.
"Tidak seperti hari ini yang justru malah akan makin menekan atau mengintimidasi korban nantinya," tutur Wahyudi.
Baca Juga: Korban Meninggal Akibat Kebakaran di Lapas Tangerang Bertambah 3 Orang, Sehingga Total 44 Orang
Kasus kekerasan seksual lainnya yang sedang marak terjadi adalah kasus kekerasan berbasis gender online. Ia memberi paparan bahwa terdapat berbagai jenis praktik kekerasan yang terjadi di media sosial, seperti serangan secara langsung sampai dengan melakukan revenge porn.
Wahyudi mengatakan bahwa Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) masih belum mengatur tentang kekerasan berbasis gender online dan kekerasan siber terhadap perempuan (cyber crime against women).
Luputnya peraturan tentang kedua isu tersebut, menurut Wahyudi, mengakibatkan tingginya korban pelecehan oleh pelaku yang menggunakan medium internet. Bahkan, sebagian besar korban adalah perempuan.
Baca Juga: Ribuan Warga Pelaku Wisata Divaksin di Pendopo Batik Giriloyo
Setelah pengesahan RUU PKS menjadi sebuah undang-undang, dia berharap penegak hukum dapat memastikan jaminan perlindungan terhadap korban-korban kekerasan seksual dan memberi satu mekanisme pembuktian yang komprehensif.