nasional

Bandingkan Bunga Pinjaman Proyek Whoosh dari China yang Lebih Mahal dari Jepang, Pengamat: Kenapa Kemahalan Tetap Dipilih?

Kamis, 30 Oktober 2025 | 22:00 WIB
Pengamat Anthony Budiawan menyinggung soal pemufakatan jahat dalam proyek Whoosh. (Tangkapan layar YouTube Bambang Widjojanto)

HARIAN MERAPI - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menduga ada pemufakatan jahat terkait proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.

Anthony menyebut bahwa penawaran tender antara Jepang dan China sebelumnya memiliki perbedaan pada angka proyeknya.

Jepang menawarkan nilai proyek 6,2 miliar dolar Amerika, sementara China dengan 5,5 miliar dolar Amerika yang kemudian berkembang menjadi 6,07 miliar dolar Amerika di mana selisihnya sekitar 570 juta dolar Amerika.

Baca Juga: Said Didu Bongkar Skandal Anggaran Bobrok di era Jokowi, Bandingkan era Menkeu Purbaya dan Sri Mulyani

Angka proyek dari China 6,07 miliar dolar Amerika masih mengalami pembengkakan karena ada biaya cost overrun sebesar 1,2 miliar dolar Amerika, sehingga totalnya menjadi 7,27 miliar dolar Amerika.

Perbandingan Bunga Pinjaman antara Jepang dan China

Anthony kemudian membeberkan tentang penawaran bunga di awal proyek kereta cepat tersebut antara Jepang dan China.

“Jepang menawarkan bunga 0,1 persen bunga pinjaman karena Indonesia nih nggak ada duit, jadi 75 persen harus pinjam dari nilai proyek,” kata Anthony Budiawan dalam siaran podcast Obrolan Waras yang diunggah di kanal YouTube Bambang Widjojanto pada Kamis, 30 Oktober 2025.

Baca Juga: Veda berharap bisa tampil cemerlang di seri keenam FIM JuniorGP World Championship 2025 di Circuit de Barcelona

“Nah, China menawarkan yang 6,07 miliar dolar Amerika itu yang 75 persennya adalah pinjaman, suku bunganya 2 persen per tahun, 20 kali lipat,” tambahnya.

Menurut hitungannya, 75 persen dari nilai proyek, dari cost overrun 1,2 miliar dolar Amerika berarti 900 juta dolar Amerika dengan bunga 3,4 persen per tahun.

“Itu proyek China, total selama konsesi proyek, artinya grace period (masa tenggang pembayaran setelah jatuh tempo) 10 tahun ditambah cicilan pokok 40 tahun, totalnya kemahalan 4,5 miliar dolar Amerika atau sekitar Rp75 triliun,” terangnya.

Baca Juga: Kinerja Solid, BRI Cetak Laba Rp41,2 Triliun, Perkuat Peran Strategis Dorong Ekonomi Kerakyatan

Dugaan Pemufakatan Jahat hingga Mark Up Anggaran

Halaman:

Tags

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB