nasional

Pemerintah harus bijak dalam membuat kebijakan soal pajak agar tidak timbul gejolak

Minggu, 24 Agustus 2025 | 14:55 WIB
Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid. ( ANTARA/HO-dok pribadi)

HARIAN MERAPI - Pemerintah diminta untuk bijak dan melibatkan masyarakat dalam membuat kebijakan soal pajak dan kebijakan-kebijakan lainnya agar tidak menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.

“Kebijakan pemerintah dibuat tanpa kajian yang cukup. Suara rakyat semakin ditekan, sehingga muncul berbagai bentuk perlawanan, mulai dari kabur aja dulu atau Indonesia gelap,” kata Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (24/8/2025).

Hal ini penting dilakukan agar tak menimbulkan gejolak besar di masyarakat seperti yang terjadi di Pati yang menaikkan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen, yang kemudian disusul aksi demonstrasi serupa di Bone, Sulawesi Selatan, menentang kebijakan Pemda setempat yang menaikkan PBB-P2 sebesar 400 persen.

Alissa menegaskan, dalam demokrasi, suara rakyat harus didengar dan dilibatkan, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kebijakan. Kondisi ini menjadi perhatian serius GUSDURian, terutama untuk mengantisipasi potensi melemahnya kedaulatan sipil.

Baca Juga: Agustus masih hujan, petani diuntungkan kemarau basah jaminan tanam padi

“Demokrasi hanya bisa tegak jika kedaulatan sipil tetap kuat. Kalau kekuasaan sipil berada di bawah kendali militer, suara rakyat tidak akan pernah menjadi yang utama,” ujarnya seperti dilansir Antara.

Selain soal penguatan demokrasi, dalam Tunas GUSDURian mendatang, juga akan membahas soal ekologi.

Alissa menuturkan bahwa secara global, dunia sedang menghadapi krisis iklim. Di Indonesia, kondisi ini diperburuk oleh industri ekstraktif yang masih beroperasi dengan pendekatan kekuasaan. Dampaknya, masyarakat adat tersingkir dan ekosistem mengalami kerusakan parah.

“Hampir tidak ada, pertambangan yang benar-benar memulihkan lingkungan. Bahkan, karena penyelenggara, pemerintah itu masih abai terhadap aturan hukum, kewajiban reklamasi tidak dilakukan. Akibatnya, banyak masyarakat menjadi korban, jatuh ke lubang tambang, atau tanah tandus tanpa penghijauan kembali,” jelasnya.

Baca Juga: Sastra berperan sebagai penopang peradaban bangsa Indonesia

Menurut Alissa, isu yang diangkat bukan sekadar masalah ekologis, melainkan juga keadilan ekologis.

“Keadilan ini mencakup perlindungan bagi masyarakat adat sekaligus menjaga hak-hak alam,” kata Alissa.

Alissa menambahkan, dalam Tunas GUSDURian 2025, nantinya akan disusun rekomendasi konkret untuk memperkuat demokrasi dan keadilan ekologi bagi masyarakat Indonesia.

“Gus Dur itu bekerja berbasis nilai, kita fokus pada nilai-nilai tersebut harus diturunkan dalam bentuk yang lebih kongkret,” tuturnya.

Baca Juga: Kabar BMKG, kota-kota besar di Indonesia diprakirakan diguyur hujan ringan hari ini

Halaman:

Tags

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB