HARIAN MERAPI - Bupati Temanggung Agus Setyawan memantau rekonstruksi batas kawasan hutan di Desa Wates, Kecamatan Wonoboyo, pada Rabu (2/7/2025).
Agus Setyawan mengatakan rekonstruksi merupakan tindak lanjut atas munculnya gejolak dan dinamika warga masyarakat setempat, usai adanya revisi yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) tanpa sepengetahuan pemegang sertifikat tanah.
Dikatakan jauh sebelum dilakukan pengecekan lapangan dan rekonstruksi batas kawasan hutan sendiri, jalur audiensi juga telah ditempuh guna mencari titik temu.
Audensi itu, kata dia yakni antara bupati, Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara, Administratur KPH Kedu Utara, perwakilan masyarakat Desa Wates, Camat Wonoboyo, dan Kepala BPN Temanggung, tepatnya pada 24 April 2025 silam.
Baca Juga: Begini peran bidan dalam mengedukasi masyarakat perihal pengobatan mandiri yang inklusif
Dikemukakan salah satu poin yang dihasilkan dalam pembahasannya sendiri adalah bahwa aturan terkait perbedaan antara peta kawasan hutan dengan kondisi di lapangan, dapat diusulkan pengecekan lapangan dan rekonstruksi batas kepada Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) XI Yogyakarta.
“Pengecekan lapangan ini adalah gerak cepat tindak lanjut atas hasil pertemuan kami sebelumnya dengan melibatkan berbagai pihak terkait dengan warga setempat serta langkah klarifikasi kami kepada BPKH XI Yogyakarta seminggu lalu,” kata dia.
Pihaknya berharap, permasalahan tersebut segera dapat terselesaikan dengan baik. Pasalnya, hal tersebut berkaitan erat dengan hak warga yang memiliki basis pekerjaan sebagai petani guna memperoleh penghasilan.
Agus berpesan kepada seluruh warga masyarakat agar memiliki kesepahaman serta pengertian mengingat BPKH XI Yogyakarta juga memiliki bukti peta yang diterbitkan oleh pihak Belanda pada tahun 1901.
Baca Juga: UMKM kuliner binaan BRI meraih sukses, mampu ekspansi di pasar internasional, ini buktinya
"Bahkan pembuatan peta di kawasan kedu Utara juga dilakukan secara bertahap mulai tahun 1927 sampai 1940," kata dia.
Dia mengatakan bukti autentik itu masih tersimpan rapi. Sehingga harus ada komparasi antara peta lama dengan peta digital yang dibuat oleh pemerintah. "Semuanya akan diklarifikasi,” kata dia.
Perwakilan dari BPKH XI Yogyakarta, Dona, menyebut pihaknya kini tengah dalam upaya mengklarifikasi secara langsung batas kawasan hutan dengan tanah masyarakat.
Dimana akan disandingkan juga dengan peta terbitan Belanda di masa lalu. Sehingga saat diterbitkan sertifikat nantinya sudah tidak akan terdapat kendala di BPN.
Baca Juga: Pemerintah akan naikkan tarif ojol, begini tanggapan Gojek