“Jika tanda-tanda ini bertahan lama, semakin mengganggu aktivitas, atau memicu perilaku berisiko, ini merupakan sinyal bahwa individu membutuhkan bantuan lebih lanjut,” tutur Psikolog klinis di Personal Growth itu.
Phobe menambahkan bahwa ketika seseorang terpapar secara berlebih terhadap berita bencana dapat memicu disaster-related stress. Oleh karena itu, penting untuk memilah sumber informasi dengan bijak.
Apabila tubuh mulai menunjukkan gejala cemas, napas cepat, dada sesak, pikiran berputar, lanjut Phoebe, bisa dengan melakukan teknik regulasi emosi seperti pernapasan diafragma, grounding 5-4-3-2-1, atau istirahat sejenak dari layar.
Dalam hal ini juga perlu dilakukan membatasi waktu melihat berita, misalnya hanya dua hingga tiga kali sehari pada jam tertentu dan memilih sumber informasi resmi agar tidak terjebak pada konten spekulatif atau dramatis.
Kemudian bisa membangun rutinitas yang menyeimbangkan paparan berita dengan aktivitas yang menenangkan, seperti berjalan kaki, journaling, atau berbicara dengan orang yang dapat memberikan rasa aman.
“Ingatkan diri bahwa menjaga kesehatan mental bukan berarti mengabaikan situasi, tetapi memastikan kita tetap mampu berpikir jernih dan mengambil keputusan yang tepat,” jelas Phoebe.*