Ia menyampaikan bahwa paparan suhu di atas 8 derajat celcius selama dua jam dapat menurunkan aktivitas toksin lebih dari 50 persen.
Berdasarkan temuannya selama melangsungkan praktik, Anesia menyebut efikasi toksin yang menurun menyebabkan dokter tidak bisa memprediksi hasil dari suntikan tersebut. Wajah pasien dapat jadi asimetris, bengkak atau tidak ada efek namun memerlukan perawatan berulang karena adanya risiko imunitas.
Ada juga kasus infeksi dan alergi setelah penyuntikan. Menurutnya, jika pasien mengalami efek samping, maka persentase hasil yang diinginkan dapat menurun dan pasien perlu sering disuntik.
Sayangnya, hal itu tidak dianjurkannya mengingat banyak suntikan akan membuat tubuh mengenali kandungan tersebut dan membentuk imun, sehingga tubuh akan lebih kebal.
Hal lain yang ia sampaikan yakni belum ada toksin botulinum yang halal di Indonesia. Namun, beberapa tindakan estetik sudah mengantongi fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dinyatakan boleh untuk dilakukan.
Meski demikian, ia mengatakan tindakan yang ingin dijalani menggunakan toksin kembali pada kepercayaan masing-masing individu.
Sementara terkait usia pasien yang sudah boleh mendapat suntikan toksin, ia menyampaikan semuanya bergantung dari indikasi dan kondisi pasien.*