travel

Sejarah Wotawati, Dusun Unik di Gunungkidul yang Kini Bersolek ala Kerajaan Majapahit dan Mataram

Selasa, 3 Desember 2024 | 07:30 WIB
Dusun Wotawati Kalurahan Pucung, Kapanewon Girisubo, Kabupaten Gunungkidul mempunyai letak yang istimewa di sebuah lembah yang merupakan jejak dari aliran Sungai Bengawan Solo Purba. (Foto: Dok. Humas Pemda DIY)

Sedangkan konsep penataan fasad atau tampak muka rumah disesuaikan dengan pagar berupa Terakota dengan bata merah. Pembangunan kawasan terpadu Padukuhan Wotawati ini membutuhkan waktu setidaknya 3 tahun dengan menyesuaikan ketersediaan anggaran, artinya pengerjaan pada tahun kedua fokus pada fasad seluruh rumah yang berjumlah 79 rumah. Kemudian di tahun ketiga memasuki tahap finishing mulai dari jalan, drainase, gasebo, gapura, tempat informasi wisata, dan lainnya.

"Kita pilih perpaduan gaya Majapahit dan Mataram karena sesuai cerita tutur dari sesepuh yang ada di Wotawati, masyarakat Wotawati dahulu merupakan pelarian dari Majapahit. Kemudian kita melihat arsitektur Majapahit untuk fasad. Intinya tetap menggunakan gaya Mataram Yogyakarta," imbuh Estu.

Baca Juga: Kembali ke sekolah, Supriyani bahagia disambut hangat para siswa dan guru SDN 4 Baito

Estu menyatakan tak hanya melihat penataan sebuah dusun dengan pagar, fasad yang unik dan estetik semata. Di sini, wisatawan akan mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan seperti bercocok tanam bersama warga masyarakat petani dan sebagainya. Uniknya lagi, semua dapur di Padukuhan Wotawati menghadap timur.

Sejarah Wotawati

Dukuh Wotawati Roby Sugihastanto pun menceritakan asal muasal keberadaan Padukuhan Wotawati. Berdasarkan cerita dari para sesepuh yang ada di padukuhan tersebut, konon penduduk pertama yang menginjakkan kaki di tanah bekas lembah Bengawan Solo Purba ini adalah dua orang pelarian dari Kerajaan Majapahit yang bernama Raden Joko Sukmo dan Nyi Arum Sukmawati.

Keduanya kemudian bertempat tinggal di Gua Putri yang berada di sekitar area yang kini menjadi Padukuhan Wotawati ini. Agar dapat bertahan hidup, Raden Joko Sukmo dan Nyi Arum Sukmawati turun dari gua tersebut untuk mencari lahan bercocok tanam. Ketika mencari lahan untuk bercocok tanam, keduanya pun harus melewati sungai kecil yang dahulu ada. Maka, dibuatlah wot dari bambu yang digunakan untuk menyebrang.

Baca Juga: Menyambangi Desa Batuan Sukawati, Desa BRILiaN dengan Sejuta Potensi Alam dan Budaya

“Setelah jembatan itu jadi, beliau mau menyeberangi. Nah sampai di tengah-tengah jembatan itu, Nyi Arum Sukmawati terpeleset. Mau jatuh dan diselamatkan sama Raden Joko Sukmo. Setelah beliau selamat dari jembatan itu, bisa menyeberangi, Nyi Arum Sukmawati itu berkata, 'entah kapan di sini itu jadi dusun ataupun padukuhan, nanti jadi Padukuhan Wotawati’. Jadi kata Wotawati itu diambil dari wot-nya itu yang buat penyeberangan, sama yang menyeberangi itu, yang terpeleset namanya Sukmawati,” jelas Roby.

Roby menyebutkan, usia Padukuhan Wotawati ini berada di angka sekitar 200 tahun. Senada dengan Estu, setelah pembangunan kawasan terpadu Padukuhan Wotawati ini rampung di tahun 2026 mendatang, rencananya paket wisata yang akan ditawarkan kepada wisatawan berfokus pada sejumlah aktivitas seperti menyusuri perkampungan Wotawati yang bergaya antara Majapahit dan Mataram atau Kabupaten Gunungkidul ini, edukasi bercocok tanam langsung dengan masyarakat, hingga berkeliling susur Bengawan Solo Purba ke beberapa lokasi wisata terdekat yang ada, salah satunya yakni Pantai Ngungap atau Lembah Ngungap.

“Terus untuk tamunya nanti kita sarankan untuk menginap di rumah-rumah warga ataupun nanti di homestay masyarakat. Jadi masyarakatnya, dari rumahnya yang tadinya itu nggak ada penghasilan, setelah adanya wisata, mereka nanti ada penghasilan tambahan dari homestay tersebut,” ucap Roby. *

Halaman:

Tags

Terkini