Sejarah Wotawati, Dusun Unik di Gunungkidul yang Kini Bersolek ala Kerajaan Majapahit dan Mataram

photo author
- Selasa, 3 Desember 2024 | 07:30 WIB
Dusun Wotawati Kalurahan Pucung, Kapanewon Girisubo, Kabupaten Gunungkidul mempunyai letak yang istimewa di sebuah lembah yang merupakan jejak dari aliran Sungai Bengawan Solo Purba.  (Foto: Dok. Humas Pemda DIY)
Dusun Wotawati Kalurahan Pucung, Kapanewon Girisubo, Kabupaten Gunungkidul mempunyai letak yang istimewa di sebuah lembah yang merupakan jejak dari aliran Sungai Bengawan Solo Purba. (Foto: Dok. Humas Pemda DIY)

HARIAN MERAPI - Dusun Wotawati Kalurahan Pucung, Kapanewon Girisubo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta mendadak viral belakangan ini. Dusun terpencil tersebut konon menyimpan fenomena alam yang unik, dan segudang misteri.

Dusun Wotawati mempunyai letak istimewa di sebuah lembah yang merupakan jejak dari aliran Sungai Bengawan Solo Purba. Karena letak geografis yang unik tersebut, Dusun Wotawati terkenal dengan fenomena matahari terbit yang lebih lambat dari daerah lain sehingga minim mendapatkan paparan sinar matahari.

Kini Dusun Wotawati pun tengah ditata menjadi kawasan terpadu desa wisata bergaya kolosal ala kerajaan Majapahit dan Mataram. Hal tersebut menilik potensi yang dimiliki padukuhan berupa landscape tata desa kawasan lembah yang menarik serta mata pencaharian warganya di sektor pertanian yang bisa menjadi daya tarik pariwisata tersendiri.

Baca Juga: Desa Wisata Wukirsari raih penghargaan The Best Tourism Village 2024 dari organisasi pariwisata dunia, berikut kategorinya

Lurah Pucung, Estu Dwiyono menyampaikan, Padukuhan Wotawati adalah salah satu dari 10 padukuhan yang ada di Kalurahan Pucung, yang lokasinya terpencil di lembah Bengawan Solo Purba sehingga sulit diakses. Namun dengan keterbatasan tersebut, justru padukuhan yang tertua di Kalurahan Pucung ini memiliki potensi yang bisa diangkat baik di sektor pertanian dan pariwisata.

"Dari sudut pandang yang lain kami melihat potensi pariwisata yang berbeda dari pada tempat lain. Karena padukuhan ini menjadi satu-satunya padukuhan yang ada di Lembah Bengawan Solo Purba. Secara bentang alam dan geografis ini menarik karena diapit perbukitan sehingga paparan sinar matahari cukup minim, bisa jadi hanya terpapar sinar matahari selama 8 jam setiap harinya," tutur Estu dikutip dari laman Pemda DIY.

Tak hanya letak geografis, Estu menyatakan hal yang tak kalah menarik dapat ditemukan di Padukuhan Wotawati adalah tata desa yang secara landscape cukup menarik. Setiap dua hingga empat rumah kanan, kiri, depan, dan belakang memiliki akses jalan penghubung.

Baca Juga: KAI Group Siapkan 44,7 Juta Tempat Duduk Angkutan Natal dan Tahun Baru, Ini Rinciannya

Dapat diibaratkan jalan-jalan yang ada di pemukiman Padukuhan Wotawati ini layaknya sebuah labirin berupa gang-gang yang ada di perumahan modern saat ini. Namun, pada dasarnya itu adalah bagian dari konstruksi para pendahulu di padukuhan tersebut, dimana pemukimannya berada di kawasan lembah.

"Jalan-jalan tersebut sebenarnya adalah jalan air atau saluran drainase yang kemudian dimanfaatkan untuk jalan di Padukuhan Wotawati. Ini menjadi sebuah terobosan atau ide pendahulu guna mencegah banjir di pemukiman yang ada di Padukuhan Wotawati. Melihat kemungkinan potensi tersebut akhirnya kami bersama seluruh pamong dan warga masyarakat sepakat mengangkat Padukuhan Wotawati menjadi desa wisata," terang Estu.

Wotawati Bersolek

Melihat potensi tersebut, pihaknya lantas mengajukan proposal kepada Paniradya Kaistimewan terkait pembangunan kawasan terpadu Padukuhan Wotawati. Akhirnya, usulan tersebut disetujui dan mendapatkan kucuran Dana Keistimewaan (Danais) pada 2023 lalu. Mulai pertengahan 2024, pekerjaan fisik sudah dilakukan dan mendapatkan kucuran anggaran Danais sebesar Rp5 miliar. Alokasi Danais tersebut digunakan untuk penyusunan dokumen, pembangunan pagar, pembangunan pendopo, dan fasad rumah.

Baca Juga: Presiden Pabowo berharap, penurunan harga tiket pesawat 10 persen tidak rugikan industri penerbangan

"Capaian fisik pembangunan pagar sudah 95 persen, pembangunan fasad, dan penciptaan di kisaran 20 persen. Dengan terbangunnya kawasan terpadu di Wotawati ini, kita tidak hanya semata-mata membangun fisik, tetapi akan melakukan pembangunan penyiapan SDM khususnya warga masyarakat. Yang paling penting, pembangunan pariwisata di Wotawati tidak merubah mata pencaharian penduduk yang 90 persen adalah pertanian," ujar Estu.

Konsep penataan kawasan terpadu Padukuhan Wotawati menyesuaikan kondisi eksisting yang telanjur modern. Untuk pagar menggunakan desain akulturasi antara Majapahit denah Mataram atau Kabupaten Gunungkidul sehingga digunakan material utama bata merah berbentuk arsitektur gaya Gunungkidul berupa Gapura Lar Badak.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X