HARIAN MERAPI - Hati-hati gunakan steroid yang merupakan golongan obat keras.
Penyalahgunaan steroid akan membawa efek samping serius di kemudian hari.
Karena itu, perlu evaluasi pengawasan obat keras yang beredar di masyarakat.
Demikian disampaikan Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrin IDAI Dr. dr. Agustini Utari, M.Si. Med, Sp.A(K) dalam webinar di Jakarta, Kamis.
Ia menilai pengawasan terhadap penjualan obat keras perlu dievaluasi, bercermin dari kasus penyalahgunaan steroid pada anak yang terjadi belum lama ini.
Agustini mengingatkan steroid termasuk dalam golongan obat keras yang penggunaannya harus berdasarkan resep dokter. Pada kasus yang baru-baru ini terjadi, seorang pengasuh mendapatkan obat tersebut dari toko daring dengan mudah dan memberikannya pada anak untuk tujuan menambah berat badan.
“Kalau dari cerita yang kemarin dari anak yang viral itu, dia bisa mendapatkan (steroid) secara online tanpa harus ada resep dokter dan sudah membeli berulang kali. Jadi itu yang mungkin harus diawasi,” kata Agustini .
Ia mengatakan pengawasan terhadap peredaran atau penjualan obat keras memerlukan peran dari pemangku kebijakan. Dalam hal ini, ia juga memandang perlunya evaluasi atau perbaikan regulasi mengenai peredaran obat keras yang dijualbelikan secara bebas tanpa resep dokter.
Baca Juga: Pemkab Sukoharjo terangi jalan dengan memasang 216 PJU di sejumlah wilayah
Agustini juga turut mengingatkan para dokter maupun tenaga kesehatan lainnya untuk tetap berhati-hati dalam memberikan resep obat pada pasien dengan selalu mempertimbangkan indikasi medis.
“Jenis steroid yang memang dipakai di dalam kasus yang viral itu adalah deksametason. Itu adalah steroid yang paling kuat. Tetapi di luar itu juga ada steroid yang lain seperti prednison, metilprednisolon, betametason, triamsinolon, hidrokortison, dan yang lainnya,” ujar dia.
Dalam praktik klinis sehari-hari, Agustini juga pernah menemukan kasus serupa di mana pasien anak mengonsumsi steroid tanpa indikasi medis apapun. Kasus itu ia temukan setelah mencurigai bahwa pasien anak tidak mengalami pertumbuhan selama dua tahun. Tubuh anak tetap pendek namun mengalami kegemukan.
“Setelah dua tahun, dia baru ditemukan oleh dokter anak. Kok, dia pendek dan tidak tumbuh selama dua tahun. Barulah menyadari bahwa efek dari obat inilah yang menyebabkan dia tidak tumbuh. Karena dipikir (orang tua), ‘oh, bagus, nafsu makannya jadi tinggi, anaknya jadi gemuk’. Sebetulnya tidak bagus juga menjadi gemuk. Tetapi orang tua kadang-kadang berpikir bahwa gemuk ini menggemaskan. Jadi banyak yang juga memberikan (steroid),” kata dia.