HARIAN MERAPI - Dokter mengingatkan risiko jangka Panjang defisiensi vitamin D pada anak, orang tua perlu waspada.
Menurut dokter, risiko jangka panjang ini meliputi system imun, pertumbuhan hingga fungsi kognitif.
Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Pondok Indah Bintaro, dr Caesar Pronocitro, Sp.A, M.Sc memperingatkan masih tingginya risiko defisiensi vitamin D pada anak Indonesia yang dapat berdampak jangka panjang terhadap pertumbuhan, sistem imun, hingga fungsi kognitif.
Isu tersebut mengemuka dalam D'Forum: The Miracle of Vitamin D yang diselenggarakan bertepatan dengan lima tahun Prove D3 dari PT Kalbe Farma Tbk di Jakarta, Rabu..
Ia mengatakan cadangan vitamin D pada bayi sejak lahir relatif terbatas.
“Saat lahir, bayi hanya mendapat 50–60 persen simpanan vitamin dari ibu. Jika ibu mengalami kekurangan vitamin D, maka asupan untuk anak juga akan berkurang,” ujarnya.
Ia menjelaskan bayi berusia 0–6 bulan merupakan kelompok paling rentan mengalami kekurangan vitamin D.
“Pada usia ini asupan masih terbatas pada ASI eksklusif, sementara kadar vitamin D di dalam ASI belum cukup memenuhi kebutuhan bayi,” katanya.
Paparan sinar matahari pada bayi juga perlu dibatasi karena kulit yang masih tipis berisiko mengalami dehidrasi dan iritasi.
Menurut Caesar, defisiensi vitamin D dapat memicu berbagai gangguan kesehatan.
“Kekurangan vitamin D pada anak dapat menyebabkan stunting, obesitas, autisme, alergi, dermatitis atopik, hingga penyakit tulang lunak dengan gejala kelemahan otot dan keterlambatan perkembangan motorik,” ujarnya.
Vitamin D, lanjut dia, berperan dalam penyerapan kalsium dan fosfor, pembentukan tulang, peningkatan daya tahan tubuh, serta mendukung perkembangan otak. Faktor penyebab rendahnya kadar vitamin D pada anak antara lain minimnya paparan sinar matahari, gaya hidup sedentari, dan kurangnya konsumsi makanan kaya vitamin D.