Para pendidik yang menjadi tuntunan remaja, harus bisa memastikan tidak ada tekanan yang berlebihan kepada perkembangan mental murid-muridnya.
Lingkungan juga harus bisa menjaga agar tidak ada perundungan maupun diskriminasi sehingga ke depannya remaja yang merupakan para siswa bisa meningkatkan rasa percaya diri dan belajar mengendalikan emosi lewat interaksi sosial dengan lingkungan sebayanya.
"Diharapkan sekolah juga bisa mendeteksi (apabila remaja mengalami gangguan kesehatan mental), karena waktu remaja ini juga sebagian besar ada di sekolah. Guru bisa sebagai pengamat pertama yang mendeteksi adanya perubahan berlaku dari siswanya," kata Braghmandita.
Kesehatan mental pada remaja menjadi salah satu faktor penting dalam memastikan sebuah negara memiliki generasi penerus bangsa yang optimal. Namun, akhir-akhir ini masalah kesehatan mental di kalangan remaja semakin meningkat.
Secara global misalnya, data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan 1 di antara 7 anak berusia 10-19 tahun atau remaja mengalami masalah kesehatan mental.
Sementara secara nasional, sebuah survei yang dilakukan oleh I-NAMHS (Indonesia National Adolescent Mental Health Survey) pada 2022 menunjukkan sebanyak 15.5 juta atau sekitar 34.9 persen remaja mengalami masalah kesehatan mental.
Baca Juga: JNE Jadi Mitra Logistik Konser Dewa 19 Feat Allstars 2.0, Ada Promo Menarik untuk Baladewa
Maka dari itu, penting agar semua faktor yang menjaga kesehatan mental remaja bisa terlibat aktif agar masalah ini tidak menjadi masalah berlarut terutama dalam memastikan pembentukan sumber daya manusia (SDM) berkualitas di masa depan.*