Benarkah merokok bisa picu kebutaan, begini penjelasan dokter spesialis mata

photo author
- Jumat, 3 November 2023 | 11:30 WIB
Dokter spesialis mata sekaligus peneliti di Universitas Indonesia Dr. dr. Elvioza, SpM(K) dalam konferensi pers “Inovasi Untuk Mencegah Hilangnya Penglihatan” di Jakarta, Kamis (2/11/2023).  (ANTARA/Putu Indah Savitri)
Dokter spesialis mata sekaligus peneliti di Universitas Indonesia Dr. dr. Elvioza, SpM(K) dalam konferensi pers “Inovasi Untuk Mencegah Hilangnya Penglihatan” di Jakarta, Kamis (2/11/2023). (ANTARA/Putu Indah Savitri)



HARIAN MERAPI - Merokok ternyata bisa memicu kebutaan, setidaknya ini menurut dokter spesialis mata dari Universitas Indonesia Dr. dr. Elvioza, SpM(K) .


Ia mengingatkan bahwa rokok menjadi salah satu faktor risiko seseorang mengidap penyakit degenerasi makula terkait usia (AMD) yang dapat berujung pada kebutaan.

“Merokok menjadi faktor risiko yang utama. Sebagian besar perokok terkena AMD, perokok yang jangka panjang,” kata Elvioza di Jakarta, Kamis.

Baca Juga: Hoaks terkait Pemilu 2024 meningkat tajam, Satgas Antihoaks makin intensif bekerja

AMD adalah gangguan penglihatan akibat menurunnya fungsi makula pada mata. Makula adalah area yang sensitif terhadap cahaya dan bertanggung jawab untuk memastikan tajamnya penglihatan.

Penyakit degenerasi makula terdiri dari dua tipe, yakni AMD kering dan basah. Elvioza mengatakan kemungkinan penderita AMD basah menjadi buta mencapai 80 persen, sedangkan, kemungkinan penderita AMD kering menjadi buta hanya 10 persen dalam waktu sepuluh tahun.

 

Dia menjelaskan terdapat empat faktor risiko yang dapat menyebabkan AMD, yakni berusia lanjut atau di atas 75 tahun, merupakan keturunan atau memiliki saudara kandung dengan AMD, merokok, dan memiliki keturunan kaukasia. Oleh karena itu, kata Elvioza, orang berusia lanjut yang sewaktu muda suka merokok, kemungkinan besar menderita AMD.

Baca Juga: Kecelakaan maut di Jalan Kaliurang, motor ditabrak mobil, pengendara tewas, begini kronologinya

“Jadi, perokok, genetik, dan usia adalah faktor risiko paling kuat untuk menderita AMD,” kata Elvioza.

Saat ini sudah ada inovasi yang dapat membantu pasien AMD untuk mengurangi risiko infeksi dan pendarahan saat perawatan, yakni faricimab.

“Faricimab dapat disuntikkan dengan interval selama empat bulan, sehingga suntikan diberikan lebih sedikit dibandingkan dengan obat anti-VEGF lainnya,” kata Elvioza.

Obat anti-vascular endothelial growth factor ​​​​​(​anti-VEGF), salah satu pengobatan degenerasi makula, lainnya mengharuskan pasien untuk menjalani penyuntikan tiap bulan. Sedangkan, faricimab hanya memerlukan penyuntikan sebanyak sekali dalam empat bulan.

Baca Juga: Gunung Merapi luncurkan lava sebanyak 13 kali pada Kamis pagi

Elvioza menjelaskan bahwa penyuntikan merupakan suatu tindakan pengobatan yang invasif karena memasukkan obat dari luar ke dalam bola mata.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Hudono

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X