Dokter spesialis jantung ungkap berdesakan dalam kerumunan bisa sebabkan kekurangan oksigen

photo author
- Senin, 31 Oktober 2022 | 10:50 WIB
im penyelamat bekerja di lokasi di mana puluhan orang terluka akibat terinjak-injak saat festival Halloween di Seoul, Korea Selatan, (30/10/2022). Hingga Minggu (30/10) dini hari, pihak berwenang setempat menyatakan 151 orang meninggal dunia dan 76 orang lainnya luka-luka pada insiden tersebut. (ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-ji)
im penyelamat bekerja di lokasi di mana puluhan orang terluka akibat terinjak-injak saat festival Halloween di Seoul, Korea Selatan, (30/10/2022). Hingga Minggu (30/10) dini hari, pihak berwenang setempat menyatakan 151 orang meninggal dunia dan 76 orang lainnya luka-luka pada insiden tersebut. (ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-ji)

HARIAN MERAPI - Dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dr. Vito Anggarino Damay, Sp.JP menjelaskan bahaya jika orang-orang berdesakan dalam kerumunan yakni kekurangan oksigen hingga henti jantung.

Dia melalui pesan videonya, Senin (31/10/2022), mengatakan, ketika orang-orang berada dalam kerumunan dan berdesakan dengan orang lain misalnya di depan, belakang, kanan dan kirinya, maka napasnya menjadi kurang lega dan ada risiko dada terhimpit sehingga menyebabkan dia tidak bisa bernapas dengan baik.

Baca Juga: Update tragedi Halloween di Itaewon Korsel, dua WNI yang jadi korban telah dirawat dan dipulangkan

"Oksigen akhirnya terganggu. Tubuh mengalami kekurangan oksigen," kata Vito seperti dikutip dari Antara.

Hal ini, sambung dia, diperparah dengan situasi yang tidak terkendali sehingga ketegangan dan adrenalin muncul. Menurut Vito, karbondioksida lebih banyak sehingga pembuluh darah menjadi kuncup. Akibatnya, oksigen tidak bisa terhantar dengan baik karena fungsi jantung sebagai pompa pembuluh darah dan penghantar oksigen juga mengalami kekurangan oksigen.

"Bayangkan jantung sebagai pompanya saja tidak dapat oksigen juga. Inilah yang menyebabkan terjadinya henti jantung," tutur Vito.

Baca Juga: Tragedi Halloween di Itaewon Korsel, sebanyak 50 orang mengalami henti jantung

Vito mengatakan, henti jantung karena hipoksia atau kekurangan oksigen dalam sel otot jantung menyebabkan terjadinya detak jantung semakin lambat bahkan asistol atau henti jantung dengan tidak adanya detak jantung.

Tanda awal hipoksia yang dapat dikenali antara lain pusing, sesak, mata berkunang-kunang, keringat dingin dan lemas. Menurut Vito, terjadinya hipoksia pada setiap orang variatif.

Namun, dia mengingatkan, ketika hipoksia terjadi dalam waktu enam menit maka kerusakan sel otak permanen bisa terjadi.

Dia mengatakan, salah satu cara menolong mereka dengan kondisi henti jantung ialah melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP), yang dikenal sebagai pijat jantung.

Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, Kapolri sebut ada 11 tembakan gas air mata, 7 di antaranya mengarah ke tribun selatan

"Pijat jantung dapat menolong meningkatkan survival sampai 40 persen dan bahkan dilakukan tanpa menggunakan bantuan napas," kata dia.

Untuk melakukan CPR, seseorang tak perlu menunggu korban batuk, namun bisa saat dia bernapas tidak normal misalnya gasping atau mengap-mengap.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X