HARIAN MERAPI - Perekonomian tidak hanya di tangan Menteri Keuangan, namun ada bidang lain yang sangat berpengaruh yaitu sektor moneter yang dikawal Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. sebagai narasumber dalam forum Diskusi Awal Pekan dengan tema Ekonomi Indonesia di Tangan Menteri Keuangan Baru: Harapan, Tantangan, dan Kendala yang diselenggarakan oleh Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita dalam platform daring Zoom, Senin (15/9).
Acara yang dimoderatori Prof. Tika Widiastuti ini juga menghadirkan narasumber Amanah Abdulkadir, Ph.D., Dr. Suryani SF Motik, Dr. Handi Risza, Misbahuddin Azzuhri, Ph.D., dan Dr. M Syarkawi Rauf.
Lebih lanjut, Prof Edy mengemukakan bahwa Menteri Keuangan, untuk mengatasi ekonomi, tidak hanya memandang dari sudut pandang ekonomi tetapi juga dari sudut pandang yang lain, dari berbagai disiplin ilmu. Pandangannya lebih open minded.
“Kebijakan menarik dana dari Bank Indonesia bukan kebijakan coba-coba tetapi penuh perhitungan, dengan mendorong sektor riil melalui dana idle milik pemerintah,” tambah Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta ini.
Prof Edy mengungkapkan bahwa pada 2024, pemerintah harus menyisihkan Rp500 triliun membayar utang, dan 800 triliun pada 2025. “Beban ini jelas akan mengurangi dana untuk sektor penting lain seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan,” kata mantan Ketua Forum Rektor Indonesia ini.
Baca Juga: Ekonom Bank Mandiri Proyeksikan Perekonomian Indonesia 2025 Mampu Tumbuh 5 Persen
Dikatakan, daya beli kelas menengah menurun, harga-harga naik, pendapatan riil mereka turun, berbagai macam beban pajak, lapangan pekerjaan susah. Data BPS menunjukkan bahwa dari 2019-2024 kelas menengah menurun sebanyak 9,48 juta orang atau 16,5%.
“Menurunnya daya beli kelas menengah karena mereka adalah kelompok-kelompok yang kritis. Kalau terus berlanjut, maka dapat menaikkan ketegangan atau suhu politik, karena mereka dapat menggerakkan opini di media sosial,” tegas mantan Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor ini.
Selanjutnya, Prof Edy mengungkapkan bahwa data Sakernas Februari 2025, angka pengangguran umur muda bertahan pada angka 16%, sehingga dari 100 penduduk 15-24 tahun yang merupakan angkatan kerja, 16 orang di antaranya menganggur, dan pengangguran terbuka per Februari 2025 adalah 4,76% dari 153,05 juta angkatan kerja atau 7,26 juta orang.
Baca Juga: Volume Transaksi Merchant BRI Meningkat 27,2% YoY Tembus Rp105,5 Triliun
“Transformasi digital saat ini sangat dinamis. Pelaku ekonomi saat ini belum sepenuhnya mengikuti dinamika ekonomi digital, sehingga muncul pinjol dan judol yang berdampak pada masyarakat. Financial literation sangat rendah, tetapi dalam konteks penggunaan sudah tinggi. Banyak yang menggunakan dana perbankan tetapi tidak sepenuhnya paham,” kata Prof Edy.
“Kontribusi sektor industri pada PDB hanya sekitar 19% pada 2023, dengan menurunnya kontribusi ini berakibat luas, termasuk PHK. Bagaimana Menteri Keuangan dengan kebijakan fiskalnya dapat membuat balance of trade account positif. Pertumbuhan ekonomi tidak perlu terlalu tinggi, tetapi berkualitas, dengan pro growth, employment, pro poor, pro employment, and pro equality,” pungkasnya. *