ekonomi

Arid Zona Menyemai Bisnis Jangka Panjang Kaktus dan Tanaman Tropis

Minggu, 9 Maret 2025 | 19:00 WIB
Pasangan suami istri, Joko Setiyono (34) dan Siti Dini Arsih (34) menjalankan bisnis tanaman tropis seperti kaktus, sansevieria, sukulen yang dinamai Arid Zona di Panjatan Kulon Progo. (Foto: Sutriono)

HARIAN MERAPI - Pasangan suami istri, Joko Setiyono (34) dan Siti Dini Arsih (34) menangkap peluang besar dari bisnis budidaya kaktus, sansevieria, sukulen dan tanaman tropis lainnya. Merintis usaha di Kulon Progo mulai tahun 2017, keduanya kini memiliki pelanggan hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Joko dan Dini menamai usahanya Arid Zona. Atau zona tanaman kering. Memulai usahanya dari menyewa lahan kebun untuk budidaya, saat ini mereka bisa memiliki kebun sendiri di dua lokasi di Tayuban dan Bojong, Kecamatan Panjatan, Kulon Progo. Omzet tertinggi terjadi saat pandemi berlagsung di tahun 2020-2021.

"Saat itu pernah dapat Rp80 juta sebulan," kata Dini kepada sejumlah media yang mengikuti kegiatan touring di Kulon Progo, Sabtu (8/2/2025).

Baca Juga: Berawal dari hobi surfing sejak SMP, kini Bima jadi produsen surfboard atau papan selancar profesional di Bantul

Saat pandemi berlangsung, lanjut Dini, banyak orang yang tertarik mengoleksi kaktus, sansevieria, aloe vera dan sukulen lainnya, untuk mengisi kegiatan selama masa pembatasan aktivitas. Pembeli tidak hanya dari Pulau Jawa seperti Jakarta dan Surabaya, namun datang dari Medan, Kalimantan hingga Papua yang tetap menjadi pelanggan loyal Arid Zona.

Meski pandemi telah berakhir, namun pecinta kaktus tidak surut. Hobiisnya justru semakin banyak. Bahkan di antaranya tertarik menjadi reseller. Meski omzetnya tidak bisa menyamai momentum Covid, Arid Zona tetap bisa meraup minimal Rp30 juta setiap bulannya dari penjualan seribuan pot tanaman tropis tersebut.

Menurut Dini, mayoritas pembelinya berbasis online. Transaksi dilakukan lewat pesan percakapan, dan pengirimannya melalui jasa ekspedisi. Pembeli memiliki dua opsi pengiriman. Dikirim utuh, yakni tanaman beserta pot yang terdapat tanahnya. Atau, dikirim kering tanpa menyertakan potnya, sehingga tanaman kaktus dan lainnya hanya dibungkus menggunakan tisu atau kertas lalu dipaking menggunakan kardus.

Baca Juga: Merawat Merpati Tinggian Trah Juara Butuh Waktu Hingga Sembilan Bulan

"Pembeli lama kebanyakan minta dibongkar potnya, karena sudah bisa merawatnya. Kalau pembeli yang baru suka kaktus, bisanya minta dikirim sama potnya," ujar Dini. "Kami punya pelanggan yang minta dikirim sansevieria sama potnya ke Papua Tengah. Harga tanamannya Rp350 ribu, ongkirnya bisa Rp120 ribu, tapi tetap dibayar, karena ya beliaunya memang hobiis," sambungnya.

Semua Orang Bisa Budidaya Kaktus

Beda dengan istrinya yang mengurusi administrasi, Joko Setiyono berkutat dengan budidaya kaktus dan sukulen lainnya. Minatnya terhadap kaktus terjadi saat ia membantu temannya membuat warung kopi di Malang pada tahun 2017. Warung itu didekor dengan kaktus sebagai pemanisnya. Maka mereka berburu kaktus di beberapa wilayah.

"Setelah saat itu, kami jadi suka kaktus. Kebetulan teman saya tidak bisa budidaya, saya yang bisa. Dan mulai berpikir untuk memulai bisnis kaktus," ujarnya.

Baca Juga: Mengenal teologi hijau yang digagas Kemenag, seberapa urgensinya?

Tahun yang sama, Joko memutuskan kulakan kaktus dan menjualnya lagi, namun belum berani budidaya. Setahun berikutnya, ia mulai budidaya secara otodidak, dan belajar dari komunitas di media sosial. Tahun 2019, ia mulai menyewa kebun di Kulon Progo, dan mulai menemukan arah bisnis dan pemasarannya. Puncaknya, pandemi justru membawa berkah. Kini, ia memiliki dua kebun kaktus yang harus diurus.

"Modal awal itu, saya beli 400 indukan dari Thailand, beberapa lainnya dari lokalan, pemain lama yang tidak lagi merawat tanamannya. Kita beli ramai-ramai dari Yogyakarta, satu tanaman ukuran 4 cm sekitar Rp150 ribu, kalau di Indonesia harga bisa sampai Rp350-Rp400 ribu," ujarnya.

Halaman:

Tags

Terkini

INSTAR Beri Pengakuan atas Praktik Keberlanjutan IFG

Selasa, 16 Desember 2025 | 18:40 WIB