Sejak 2019 hingga 2024 pemerintah berikan insentif fiskal senilai Rp38,8 triliun untuk sektor terkait iklim

photo author
- Minggu, 11 Mei 2025 | 15:55 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersiap memberikan pemaparan pada konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (30/4/2025).  (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersiap memberikan pemaparan pada konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (30/4/2025). (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S)

HARIAN MERAPI - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengantisipasi dampak gejolak perekonomian global terhadap implementasi transisi energi.

Saat berdiskusi dengan Perwakilan Khusus Inggris untuk Iklim Rachel Kyte, Sri Mulyani menyoroti persoalan perubahan iklim, terutama transisi energi, makin kompleks di tengah dinamika global. Sebab, kondisi rantai pasok yang terdisrupsi membuat proses transisi energi makin terhambat.

“Jika negara kehilangan investasi terhadap green energy karena kondisi ekonomi yang lemah, artinya proses transisi energi juga akan melambat dan penggunaan energi tak terbarukan seperti batu bara akan semakin panjang, sementara dampak perubahan iklim sendiri tidak terhindarkan,” kata Sri Mulyani, dikutip dari akun Instagram @smindrawati di Jakarta, Minggu(11/5/2025).

Maka dari itu, Sri Mulyani menggarisbawahi problem itu merupakan urgensi yang harus segera diatasi.

Baca Juga: Replika Kapal Yos Sudarso di TWSS jadi background ajang foto anak PAUD Salatiga

Kementerian Keuangan mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah menggelontorkan dana untuk aksi iklim sebesar Rp610,12 triliun sepanjang 2016 hingga 2023.

Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Boby Wahyu Hernawan merinci realisasi pendanaan APBN untuk iklim secara rata-rata sebesar Rp76,3 triliun per tahun atau 3,2 persen dari APBN.

“Secara kumulatif, totalnya mencapai Rp610,12 triliun. Ini baru mencakup 12,3 persen dari kebutuhan pembiayaan iklim hingga 2030,” kata Boby seperti dilansir Antara.

Pemerintah terus mengoptimalkan pembiayaan publik dan mendorong keterlibatan sektor swasta.

Baca Juga: Kapolres Sukoharjo: Jangan takut laporkan premanisme, kami siap tindak

Dari sisi pemerintah, Kemenkeu telah memberikan berbagai insentif pajak, seperti untuk sektor pembangkit listrik terbarukan dan kendaraan listrik.

Sejak 2019 hingga 2024 pemerintah telah memberikan insentif fiskal senilai Rp38,8 triliun untuk sektor-sektor terkait iklim, yang diperkirakan mencapai Rp51,5 triliun hingga akhir 2025.

Di sisi lain, pemerintah juga menyusun skema pembiayaan inovatif seperti green sukuk, SDG bonds, dan penerapan taksonomi keuangan berkelanjutan.

Di luar APBN, pemerintah menerapkan blended finance yang mencampur pembiayaan antara publik dan swasta.

Baca Juga: Begini pernyataan Ketua Gerindra Salatiga, soal digulirkannya Hak Interpelasi DPRD ke walikota

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Widyo Suprayogi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

INSTAR Beri Pengakuan atas Praktik Keberlanjutan IFG

Selasa, 16 Desember 2025 | 18:40 WIB
X