"Saat Jepang masuk ke Indonesia, ayah saya ditangkap karena diduga sebagai pihak yang anti dengan pendudukan Jepang di Indonesia. Kemudian setelah Jepang keluar dari Indonesia, (ayah Riady) dibebaskan," tutur Riady.
"Dengan demikian, sejak saya usia 11-15 tahun saya hidup berdikari (mandiri), Saya hidup sendiri, sambil sekolah. Jadi pengalaman saya waktu muda sangat berat," tambahnya.
Memulai Bisnis dari Jualan Batik
Dalam kesempatan yang sama, Riady juga mengungkap tentang masa ketika dirinya memikirkan tentang bisnis pada tahun 1950 silam.
Baca Juga: Untuk bangun 800 ribu rumah KPR FLPP, BTN butuh Rp80 triliun
Pria berusia 96 tahun itu menyebut berdagang adalah hal yang paling ideal untuk berbisnis, mengingat sang ayah adalah seorang pedagang batik di kawasan Malang, Jawa Timur.
"Tahun 1950 saya kembali ke Indonesia, mulai memikirkan usaha apa yang perlu saya tekuni, Yang gampang, ayah saya dagang batik, jadi saat itu saya ikut jualan batik," tutur Riady.
Riady mengaku kala itu memacu dirinya agar dapat menjual sebanyak 8 pakaian batik agar dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.
"Saat itu saya hitung-hitung setiap hari saya harus bisa menjual 8 batik untuk bisa hidup," ungkapnya.
Baca Juga: Asosiasi Ojol ultimatum pemerintah jika BBM bersubsidi dicabut, begini ancamannya!
Pendiri Lippo Group itu juga menjelaskan pada masa itu penuh dengan kekhawatiran dagangannya tidak dibeli oleh para pejalan kaki di kawasan Kayutangan, Malang.
"Di kawasan Kayutangan, Malang, saat itu semua penuh dengan pedagang lain. tidak ada toko yang kosong. Jadi kalau saya buka toko batik, saya takut tidak orang yang berkunjung pada saat itu," sebut Riady.
Menemukan Filosofi Hidup Damai
Riady juga bercerita momen saat dirinya menemukan ajaran filosofi Lao Tzu saat dirinya tengah membaca sebuah koran di kawasan Kayutangan, Malang pada tahun 1950 silam.