HARIAN MERAPI - PSS Sleman menyelesaikan kompetisi musim ini di peringkat 16. Dengan kata lain, mereka turun kasta ke Liga 2 musim depan bersama Barito Putera dan PSIS Semarang.
Banyak faktor yang membuat prestasi PSS musim ini menukik. Berikut lima di antaranya.
Pertama, pengurangan poin dan denda Rp150 juta dari Komisi Disiplin (Komdis) PSSI di awal musim buntut dugaan pengaturan skor. Pieter Huisra, pelatih PSS, mengakui faktor pertama itu.
“Jika kita tidak mendapat pengurangan tiga poin, kita akan selamat hari ini. Karena kita kehilangan tiga poin. Sejak awal musim, kita mulai dengan minus tiga," kata Huistra.
Baca Juga: Kafe VIP Social Bar Salatiga digerebek warga dan polisi, minol disita
Kedua, masalah internal dan tak jelasnya arah pembangunan tim sejak awal musim. PSS mendatangkan banyak pemain sebelum menunjuk pelatih.
Situasi itu berujung jpemecatan demi pemecatan karena pelatih yang ditunjuk tak bisa memaksimalkan taktik dengan skuad yang ada.
PSS tercatat ganti tiga pelatih musim ini karena alasan performa. Manajemen menunjuk Wagner Lopes di awal musim tetapi dipecat Oktober 2024.
Posisinya digantikan Mazola Junior. Pelatih asal Brasil itu hanya dua bulan melatih PSS dan memberikan lima kekalahan beruntun termasuk saat dipermalukan Arema 2-6.
Baca Juga: Longsor di Trenggalek, 6 korban ditemukan meninggal, begini kondisinya
Kedatangan Huistra adalah angin segar. Pelatih asal Belanda itu tidak memaksakan taktik dengan komposisi pemain.
Performa PSS membaik, bahkan mencetak empat kemenangan beruntun termasuk melawan Madura United di laga pamungkas Liga 1 yang berakhir dengan skor 0-3.
Kondisi itu bagi Huistra cukup memengaruhi kondisi psikologis para pemain.
“Ini adalah kondisi psikologis yang besar. PSS harus menang, dan posisinya rendah. Tapi banyak yang terjadi, sudah dilakukan, dan pengalaman lainnya juga terjadi," ujar Huistra.
Ketiga, terusir dari Stadion Maguwoharjo. Kondisi itu memengaruhi penampilan Hokky Caraka dan kolega sejak awal musim.
