Pangsar Soedirman Dalam Karya Pematung Yusman

photo author
- Jumat, 16 November 2018 | 07:30 WIB

-
MERAPI-TEGUH
Yusman dengan karyanya Pak Dirman digendong Suparjo Rustam. SOSOK Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Soedirman bagi pematung Yusman memiliki kedekatan tersendiri. Hal itu terlihat dari sekian banyak karya Yusman yang bertema perjalanan perjuangan Pak Dirman masih begitu segar diingatnya. Bukan itu saja, Yusman mengakui tugas akhir skripsinya pun mengambil judul Komperatif Patung Soedirman di Bintaran dan Universitas Soedirman di Purwokerto. "Bagi saya menggarap patung Pak Dirman merupakan sesuatu yang memiliki nilai dan kebanggaan tersendiri. Kegigihannya berjuang walau dalam keadaan sakit, tetap dilakukan dengan membawa pasukannya bergerilya," ungkap Yusman, Rabu (14/11), ketika ditemui Merapi di rumah sekaligus studionya dalam berkarya di kawasan Tegal Senggotan, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Menurut Yusman, selama ini masyarakat mengenal gambaran fisik Panglima Besar ini kebanyakkan dari sejumlah patung yang ada hampir diberbagai kota. Penampilan Pak Dirman sedang menunggang kuda sebagai mana yang ada di Museum Sasmita Loka Bintaran Yogyakarta maupun di Universitas Soedirman Purwokerto, merupakan sosok Pak Dirman dimasa mudanya. Tampak wajahnya masih segar dan memiliki kharisma sebagai prajurit dengan jiwa patriotisme yang gigih. "Selain itu justru banyak yang menyukai gambaran fisik Pak Dirman dengan jubah besar, berikat kepala serta sebilah keris didekapan. Sebagai mana yang ada di depan gedung DPRD DIY," tandas suami Murtri Yuni Arnawati. Sebenarnya begitu tambahnya, saat berpakaian kebesaran seperti itu ketika melakulan perang gerilya, justru Pak Dirman sedang dalam keadaan sakit. Mantel tebal yang selalu menempel ditubuhnya serta baju hangat dengan kerah yang khas, ikat kepala sebagai mana dikenakan Sunan Kalijaga dan sebilah keris pusaka, menjadi atribut khas Pak Dirman dalam menempuh perjalanan ke luar masuk hutan selama perang gerilya. "Justru dengan pakaian seperti itulah kemudian sosok Pak Dirman mudah dikenali bila divisualkan dalam bentuk patung. Menjadi persoalan ketika menggambarkan wajah Pak Dirman dalam keadaan demikian, karena secara fisik sudah tidak lagi sesegar sewaktu masih muda. Tapi dalam visual patung, bagaimana bisa menampilkan keadaan fisik yang sedang sakit namun tetap memiliki jiwa yang tegar sebagai seorang prajurit sejati, itu yang harus bisa ditampilkan" ungkapnya. Sepanjang pengalaman menggarap berbagai patung dan relief tentang Pak Dirman, Yusman mengaku harus banyak belajar dengan mencari keterangan langsung dari ahli waris tokoh yang akan dipatungkan. Dia juga harus memahami sosok yang akan diangkat sebagai karya itu sedetail mungkin. Ketika menggarap perjalanan hidup Pangsar Soedirman yang menjadi karya terpanjangnya di Pacitan, Yusman mengaku harus banyak mencari tahu sedetail mungkin kehidupan Pak Dirman. Dalam visual relief itu dikisahkan sejak usia 3 tahun, hingga belajar mengaji dan masuk kepanduan Hisbul Wathan (HW) Muhammadiyah, menjadi guru di sekolah Muhammadiyah sampai terpanggil masuk tentara, dalam relief itu semua digambarkan secara detail dan jelas. "Relief itu menjadi visual terlengkap yang ada tentang perjalanan hidup Pak Dirman, itu salah satu monumen yang memiliki nilai sejarah," pungkas Yusman. (Teguh)  

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

X