-
Pentas Teater Banyu di Anjungan DIY, Taman Mini Indonesia Indah. SABUNG ayam menjadi tontonan paling diminati oleh warga di perkampungan. Seperti halnya dalam legenda Cindhe Laras yang akhirnya pertarungan dua ayam jantan ini berhasil mempertemukan pemuda gagah itu dengan sang ayah. Cerita yang pernah mengantarkan Teater Banyu menjadi pemenang Festival Teater DIY ini dipentaskan di Taman Mini Indonesia Indah, Minggu (22/7/2018). Candaan dan banyolan para pemain membuat cerita ini sangat cair dan mengundang gelak tawa seribuan penonton. Dikisahkan Nyi Dadap Alas diasingkan oleh Mangku Praja di sebuah hutan. Dlaam pengasingan itulah Nyi Dadap Alas melahirkan seorang putra bernama Cindhe Laras yang tidak lain putra Mangku Praja, seorang yang kaya raya dan memiliki kedudukan tinggi. Sang anak tumbuh dewasa dan sangat lihai dalam memenangkan setiap pertarungan sabung ayam. Hingga akhirnya berita kehebatan ayam Cindhe Laras ini di dengar Mangku Praja. Dengan angkuh, Mangku Praja menantang Cindhe Laras beradu ayam. Konflik demi konflik dalam cerita ini dibawakan dengan apik oleh kelompok teater yang bermarkas di Pleret ini. "Dari ceritanya, lakon ini penuh dengan konflik serius. Tapi kita berusaha agar cair dan bisa sangat dinikmati oleh penonton," sebut sang sutradara, Heri Mayong. Legenda ini menceritakan tentang kehancuran Mangun Praja setelah kalah beradu ayam dengan Cindhe Laras yang tidak lain adalah darah dagingnya sendiri. Dibawakan dengan selipan adengan dan dialog kekinian, lakon ini cukup baik menyampaikan pesan-pesan moralnya. Heri mengaku sempat kesulitan dalam membuat bentuk pementasannya. Sehingga dia masukkan unsur musik dan lagu dalam beberapa adegan. Dibantu Mamiek Slamet sebagai penata musik, membuat pementasan yang digelar di Anjungan DIY, TMII ini sangat menarik. "Alhamdulillah, kami bisa pentaskan cerita ini di Jakarta," imbuh Heri. Sutradara yang pernah dua kali menyabet penghargaan sebagai aktor terbaik Festival Teater Remaja DIY ini menyebut sejumlah tantangan dalam penggarapan. Naskah cerita yang ditulis oleh Ofelia Galuh Citra Gupita ini harus divisualisasikan dengan cermat. Terlebih para pemain yang diharuskan memiliki kepekaan batin satu dengan yang lain. Heri yang telah berteater sejak tahun 1983 ini mengaku memiliki treatment khusus untuk membuat para pemain ini merasa jadi satu keluarga. Dalam beberapa hal, Heri mencoba melakukan pendekatan secara personal. "Setiap tantangan harus diselesaikan dengan baik, agar semua memiliki chemistry," sebut pria yang sering membintangi film televisi dan sinetron ini. Pementasan kali ini adalah sebuah misi kebudayaan. Sebuah terobosan yang dilakukan salah satunya untuk mempromosikan potensi seni budaya ke luar daerah. Kepala Anjungan DIY TMII, Ratna Wulan Nawangsih, SH menyebut program ini berkerjasama dengan Kantor Perwakilan Daerah (Kaperda) DIY dengan Dinas Kebudayaan Bantul dan Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Tujuan lain pagelaran ritin ini selain menghibur masyarakat, diharapkan juga mampu menjadi arena pwntas dan ruang berekspresi bagi seniman-seniman sari DIY. "Semoga terus mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat," sebutnya. Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayan Bantul, Sunarto, SH, MM menjelaskan upayanya untuk mengangkat dan melestarikan seni budaya. Khususnya teater, bekas Kabag Humas Setda Bantul ini memastikan adanya kegiatan tahunan yang diselenggarakan. Bahkan tahun 2017 lalu Teater Banyu menjuarai festival teater yang digelarnya. Tahun 2018 ini pun pihaknya berencana menggelar festival serupa, dengan tujuan agar potensi seni teater dapat terangkat. "Bantul ini kan gudangnya seniman, jadi mencari aktor dan artis dalam teater sebenarnya tidak begitu sulit," pungkasnya. (C1)