Harianmerapi.com - Sebagian orang Jawa masih memedomani petungan kejawen. Petungan kejawen ini terdiri dari hari dan pasaran.Maka itu hari dan pasaran dalam petungan kejawen memiliki peranan yang sangat vital. Mereka yang masih memedomani akan sangat hafal.
Mereka hafal hari dan pasaran serta petungan di luar kepala. Bahkan bagaimana dampak yang akan ditimbulkannya. Petungan Jawa ini sangat 'njlimet' dan rigit.
Namun, petungan kejawen menjadi salah satu budaya, dari generasi ke generasi ada yang mempelajari, dan tetap menjadi salah satu dasar untuk melangkah dalam hidup.
Meski diakui petungan kejawen ini semakin terkikis. Banyak generasi muda saat ini mengabaikannya.
Baca Juga: Cerita Misteri Ketika Arwah Gentayangan Naik Bus dari Janti Menuju Surabaya di Malam Jumat Kliwon
Yang pasti dalam masyarakat Jawa, meski telah terkikis rupanya masih banyak masyarakat yang berkeyakinan terhadap keberadaan suatu akibat yang disebabkan oleh salahnya memilih hari dan pasaran.
Inilah yang membuat tidak hilangnya keyakinan, menurut Anan Hajid T dalam buku 'Orang Jawa, Jimat dan Makhluk Halus' yang diterbitkan Narasi pada 2005. Orang Jawa memedomani dalam menentukan suatu tindakan hari tersebut harus selalu ingat terhadap hari dan pasaran pada saat itu.
Suatu misal jika seseorang akan membuka usaha, maka ia akan memulai pada hari Senin dan pasaran Legi. Dengan alasan bahwa jumlah keduanya antara hari dan pasaran menurut petungan kejawen adalah 9, sedangkan jumlah angka 9 merupakan angka terbesar dalam angka.
Baca Juga: Resep Nasi Goreng Buntut Ala Chef Yongki Gunawan, Gampang Dimasak di Rumah dengan Bumbu Simpel
Jika tidak pada hari tersebut dipercaya akan berdampak usahanya yang tidak lancar sesuai dengan harapan, bahkan bisa bangkrut.
Atau juga saat seorang berjudi akan memilih arah menghadap pada waktu berjudi, maka ia akan melakukan perhitungan hari agar ia tidak kalah. Kekalahan, kebangkrutan dipandang sebagai kesialan, karena tidak mematuhi petung kejawen. Dan sebuah keberhasilan dipengruhi oleh petung kejawen. *