lifestyle

Ini pentingnya menguasai teknik pertolongan pertama pada pasien henti jantung

Rabu, 10 Desember 2025 | 09:30 WIB
Ki-Ka: Kepala Departemen Kardiovaskular Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Dr. dr. Birry Karim, Sp.PD., K-KV., Hospital Director of Medistra Hospital Dr. Adhitya Wardhana, MARS, serta Head of Indonesia Business Division Daewoong Pharmaceutical dan Direktur Daewoong Pharmaceutical Indonesia . (Antara)

HARIAN MERAPI- Masyarakat perlu memahami dan menguasai teknik memberikan bantuan hidup dasar demi siap diri saat menghadapi keadaan darurat.

Memberi pertolongan pertama adalah kunci yang menentukan keselamatan korban, terutama Ketika korban mengalami henti jantung.


Ahli penyakit dalam dan kardiovaskular Dr. dr. Birry Karim, Sp.PD., K-KV. membahas pentingnya menguasai teknik memberikan bantuan hidup dasar sebagai langkah penanganan darurat oleh masyarakat umum saat keadaan darurat, seperti henti jantung.

Baca Juga: Cerita misteri Si Upik digondol wewe 4, stres karena tidak bisa bermain dengan kucing kesayangan

Birry dalam seminar kesehatan di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, Selasa, menekankan bahwa kemampuan memberikan pertolongan pertama adalah faktor kunci untuk menentukan keselamatan korban henti jantung (cardiac arrest).

​"Henti jantung (cardiac arrest) sebenarnya tidak selalu disebabkan oleh serangan jantung (heart attack). ​Apa saja gangguan yang tidak disebabkan serangan jantung? Contohnya banyak, ada penyakit yang disebut channelopathy, HOCM (Hypertrophic Obstructive Cardiomyopathy) yang sebenarnya adalah kelainan genetik," kata Birry.

Henti jantung dapat terjadi karena gangguan listrik atau irama jantung (aritmia), atau bisa terjadi karena kelainan genetik seperti HOCM bahkan pada orang yang tampak sehat.

Obesitas dan sindrom metabolik dapat memicu aritmia, seringkali melalui komplikasi seperti Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau gagal jantung kronis.

Aritmia ditandai dengan detak jantung yang tidak normal atau tidak teratur.

Baca Juga: Peruntungan Shio Anjing dan Shio Babi besok Rabu 10 Desember 2025, lebih fokuslah pada apa yang telah Anda capai

Kepala Departemen Kardiovaskular Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu kemudian mengulas batas waktu kritis untuk memberikan pertolongan pertama jika melihat orang lain menghadapinya.

"Kita hanya diberi waktu 10 detik untuk memulai RJP [Resusitasi Jantung Paru]. Jika lebih dari 10 detik, oksigen tertunda yang jika pasien selamat, otak tidak mendapatkan oksigen, dan kualitas hidupnya berkurang," kata Birry.

Oleh karena itu, penguasaan protokol RJP kualitas tinggi (High-Quality CPR) menjadi kunci untuk menolongnya. Begitu melihat seseorang mengalami henti jantung, tidak bisa hanya menepuk-nepuknya saja, tapi harus dilakukan Resusitasi Jantung Paru yang benar dengan High-Quality CPR, tekan keras, tekan cepat.

"Dan kita harus memiliki edukasi terkait Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support / BLS). Bantuan Hidup Dasar tidak harus tenaga medis; semua orang bisa memilikinya. Jika itu Advanced Life Support (Bantuan Hidup Lanjutan), itu harus tenaga medis—paramedis atau dokter. Tetapi jika BLS, itu untuk umum karena bisa terjadi di mana saja: di rumah, di kantor," kata Birry.

Halaman:

Tags

Terkini