lifestyle

Ini tanda-tanda anak berpotensi terjerumus kejahatan, orang tua harus waspada, jangan terlambat

Rabu, 23 Juli 2025 | 11:00 WIB
Arsip foto - Guru menyampaikan materi pembelajaran menggunakan smart board atau papan tulis interaktif kepada siswa saat kegiatan belajar mengajar di SMKN 3 Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (27/5/2025). (ANTARA FOTO/Auliya Rahman)



HARIAN MERAPI - Orang tua harus terus mengawasi anak agar tidak terjerumus kejahatan.


Berkenaan itu, orang tua harus mengetahui tanda-tanda anak berpotensi terjerumus kejahatan.


Demikian disampaikan psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.

Baca Juga: Konten Kreator Bikin Konten Fiktif Tentang Stadion Pakansari Akhirnya Minta Maaf


Ia mengajak orang tua untuk waspada tanda-tanda anak berpotensi terjerumus tindak kejahatan salah satunya ketika anak dekat dengan kelompok berisiko.

Novi menilai salah satu tanda anak berpotensi terjerumus tindak kejahatan adalah ketika dia sulit berkomunikasi dengan keluarga, terutama dengan orang tua.

"Biasanya yang paling menonjol adalah mereka sudah mulai sulit melakukan kebersamaan dengan keluarga dan berkomunikasi dengan keluarga," ujar Novi

Anak juga mengalami kesulitan fokus untuk membangun aktivitas yang bermanfaat dan bisa ditekuni.

Faktor penyebab yang mendorong anak melakukan tindakan kejahatan, kata Novi, dipengaruhi karena hormon kortisol (stres) berada pada posisi tinggi sehingga menekan kerja otak untuk bernalar (prefrontal cortex).

Baca Juga: Ramalan zodiak Gemini besok Kamis 24 Juli 2025 soal cinta dan karir, ini bukan hari yang tepat untuk mengungkapkan perasaan

Dia mengatakan berdasarkan salah satu cabang ilmu psikologi, kekerasan didorong oleh bagian otak reptil atau amygdala, yang biasanya merespon jika ada suasana yang mengancam.

"Pilihan manusia biasanya menyerang balik, diam atau lari. Maka ketika dia dipancing emosinya, mengalami tekanan, dia merespon dengan otak reptilnya, bukan otak nalarnya," kata Novi menjelaskan.

Dia menjelaskan contoh kasus pada tawuran remaja, anak terlibat kekerasan karena kemampuan otak nalar rendah sehingga mereka mudah terpancing oleh kondisi yang menekan mereka. Meskipun sebenarnya anak tahu bahwa aktivitasnya salah, namun, kemampuan nalar yang lemah membuat mereka tidak mengetahui atau tidak bisa mengukur konsekuensinya.

Baca Juga: Gunung Merapi Siaga, 7 Kali Guguran Lava ke arah Kali Sat

Novi menyarankan untuk memberikan stimulasi kegiatan yang melibatkan fisik secara reguler seperti olahraga jika anak terlibat kejahatan. Kegiatan fisik bisa menjadi cara dalam menyalurkan stres dari tubuhnya.

Halaman:

Tags

Terkini