Fenomena ini juga ramai diperbincangkan di media sosial, dan berakhir dengan layanan aplikasi World yang sudah tidak tersedia karena dibekukannya izin operasional perusahaan terkait oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) pada Minggu (4/5).
Baca Juga: Korban dugaan mafia tanah bertambah yang membuat laporan ke Polda DIY
Lebih lanjut, Firman menjelaskan data biometrik lainnya yang harusnya dijaga dan tidak dibagikan secara berlebihan di ruang digital saat ini untuk keamanan diri ialah foto swafoto serta suara.
Selain itu juga, data-data yang terkait dengan kebiasaan yang sering dilakukan di keseharian meski sederhana seperti makanan kesukaan, nama hewan peliharaan, hingga nama saat kecil ada baiknya tidak dibagikan secara berlebihan di ruang digital.
Menurut dia saat ini kejahatan dengan teknologi tingkat tinggi seperti deepfake yang semakin sulit dikenali, foto swafoto, suara, bahkan data keseharian itu dapat dianalisis menggunakan teknologi tersebut dan akhirnya menjadi data yang disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
"Itu kalau penjahat pakai AI, dengan formulasinya bisa melakukan deepfake yang sudah tidak bisa dibedakan antara yang asli dan palsu. Itu bisa menjadi sosok yang sangat mirip dan terus digunakan untuk melakukan sesuatu yang buruk. Nah itu terjadi antara lainnya karena data pribadinya sudah tersebar," kata Firman.
Tentunya selain hal-hal itu, data seperti yang dimaksudkan dalam Undang-Undang nomor 27 tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) juga perlu dijaga oleh masyarakat sebagai pemilik data dan hanya dibagikan saat dibutuhkan.
Data pribadi dalam UU PDP terdiri dari dua kategori yaitu bersifat umum dan bersifat spesifik. Adapun data bersifat umum terdiri dari informasi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, status perkawinan, serta data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.