lifestyle

Fakta dan bahaya tren sewa ponsel pintar di hari raya

Kamis, 10 April 2025 | 15:15 WIB
Ilustrasi - Memotret suasana lebaran dengan kamera ponsel. (ANTARA/Shutterstock/Odua Images)

HARIAN MERAPI - Penyewaan ponsel pintar terutama iPhone masih diminati di momen hari raya. Umumnya digunakan untuk tampil percaya diri dan mengabadikan momen terbaik bersama keluarga.

Namun, di balik tren ini, muncul kekhawatiran baru yaitu risiko pencurian data dan pembajakan akun.

Ponsel pintar bukan sekadar alat komunikasi, melainkan simbol gaya hidup dan identitas digital. Sayangnya, masih banyak yang belum menyadari bahwa perangkat sewaan menyimpan potensi celah keamanan yang serius.

“Menyewa smartphone untuk keperluan sesaat memang praktis, tapi jangan lupa, perangkat itu bisa menyimpan jejak data sensitif kita," ujar Pendiri dan Group CEO VIDA Niki Luhur dalam rilis pers, Kamis (10/4/2025).

Baca Juga: Gara-gara bleyeran motor, berujung penjara, ini kasusnya

Niki mengatakan banyak orang tidak sadar bahwa saat menyewa ponsel pintar dan menggunakannya untuk mengakses akun digital atau mengisi data pribadi seperti KTP dan foto pribadi (selfie), mereka sedang membuka celah bagi kejahatan online.

Ia menuturkan, penipu tidak perlu meretas sistem, karena celahnya sangat terbuka, mulai dari data yang tersimpan otomatis, cache aplikasi, hingga akses residual ke iOS atau Android dari pemilik sebelumnya.

"Dengan itu, mereka bisa mengambil alih akun siapa pun hanya dalam hitungan menit dan itulah yang kita kenal sebagai Account Takeover," ujar Niki seperti dilansir Antara.

Sebagai penyedia solusi identitas digital bersertifikasi dan pencegahan penipuan, VIDA mengimbau masyarakat untuk lebih waspada saat menggunakan perangkat sewaan, terutama ketika mengakses layanan penting seperti perbankan digital, dompet digital, perdagangan elektronik, hingga media sosial.

Baca Juga: Alumni Fakultas Hukum UGM 1972 gelar Syawalan 1446 H di Tempo Dulu, sebagai pemberi Hikmah Syawalan Prof Sudjito Atmoredjo

Pasalnya, perangkat sewaan menyimpan risiko keamanan tinggi, terutama jika digunakan untuk login, transaksi, atau verifikasi identitas digital.

Berdasarkan whitepaper terbaru VIDA, "Where’s The Fraud? The State of Authentication and Account Takeovers in Indonesia," ditemukan fakta yang mengkhawatirkan.

Sebanyak 97 persen perusahaan di Indonesia mengalami insiden pengambilalihan akun dalam 12 bulan terakhir. Sebanyak 67 persen konsumen telah menjadi korban transaksi tidak sah di akun digital mereka.

Sebanyak tujuh dari 10 kasus serangan siber terhadap bisnis dan individu melibatkan akses tanpa izin dari perangkat atau lokasi yang tidak dikenal. Sebanyak 71 persen insiden pengambilalihan akun berujung pada kerugian finansial atau transaksi tidak sah.

Baca Juga: BBM campur air di SPBU Trucuk Klaten, Pertamina pecat awak mobil tangki, ini hasil investigasinya

Halaman:

Tags

Terkini