lifestyle

Mengapa tiroid lebih sering dialami wanita, begini penjelasan dokter

Jumat, 17 November 2023 | 09:30 WIB
Ilustrasi dokter memeriksa pasien (ANTARA/Pexels/Antoni Shkraba)



HARIAN MERAPI - Teroid atau benjolan di leher lebih sering dialami wanita dibanding laki-laki.


Mengapa ini bisa terjadi ? Pakar bedah onkologi dr I Gusti N Gunawan W, Sp. B-Onk menjawab masalah tersebut.


Gunawan menjelaskan, perempuan lebih sering terkena teroid karena dipengaruhi hormon estrogen.

Baca Juga: Pemkab Sleman gelar lomba Kalurahan Sadar Hukum, begini tujuannya


Benjolan pada di leher akibat masalah pada kelenjar tiroid biasanya berada di tengah, akan bergerak ke atas saat pasien menelan dan belum tentu mengarah pada keganasan atau kanker.

Namun, sambung Gunawan, apabila benjolan pada leher akibat tiroid terjadi pada usia-usia ekstrem misalnya di atas 50 tahun atau di bawah 20 tahun maka ini bisa merupakan faktor risiko keganasan.


"Atau kalau terjadi pada laki-laki. Jadi memang lebih banyak terjadi pada wanita. Tapi, kalau sampai terjadi pada laki-laki akan meningkatkan risiko itu cenderung ke arah keganasan walau tetap harus dibuktikan," kata dia dalam sebuah acara kesehatan daring, Kamis.

Baca Juga: Puncak HUT Brimob ke-78 di Mako Satbrimobda Baciro Yogyakarta, berlangsung sederhana namun meriah

Berbicara lebih lanjut mengenai kecurigaan pada keganasan atau kanker tiroid, Gunawan menyebutkan sejumlah faktor risiko lain seperti riwayat keluarga, riwayat penyinaran jangka panjang di leher terutama bila benjolannya tumbuh cepat disertai suara serak, sesak, sulit menelan, ada sumbatan jalan napas atau sudah pernah diobati dengan obat-obatan tapi tetap membesar.

Menurut dia, dokter nantinya akan melakukan pemeriksaan pada benjolan di leher pasien, seperti pemeriksaan fisik salah satunya untuk mengetahui keras atau tidaknya benjolan tersebut.

"Kalau nodulnya (benjolan) teraba keras, ada kelenjar getah bening yang menyertai, kemudian kalau nodulnya berbenjol-benjol, letaknya di tengah itu meningkatkan risiko keganasan," kata lulusan Universitas Indonesia itu.

Selain pemeriksaan fisik, dokter bisa meminta pasien menjalani pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar hormon tiroid dan lainnya, disertai pemeriksaan penunjang seperti USG tiroid.

Baca Juga: Jalur Pantura Pati-Rembang macet selama lima jam, ini penyebabnya

USG tiroid dilakukan mengingat keterbatasan pemeriksaan fisik yang tidak bisa mengetahui ada atau tidaknya benjolan di sisi belakang leher sekaligus untuk memberikan arah diagnostik apakah benjolan yang ada jinak atau ganas.

Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan termasuk CT-scan, MRI pada kasus-kasus dengan kecurigaan nodul sudah keluar dari bungkus kelenjar tiroidnya, misalnya sudah mengenai trakea atau saraf.

Halaman:

Tags

Terkini