lifestyle

Ini bedanya bercak putih kusta dengan panu, simak penjelasan pakar kulit

Jumat, 15 September 2023 | 10:30 WIB
Ilustrasi siku, salah satu bagian tubuh yang umumnya menjadi lokasi bercak putih kusta. (ANTARA/Pexels/Ron Lach)


HARIAN MERAPI - Masyarakat harus bisa membedakan antara bercak putih kusta dengan panu, sehingga dapat mengantisipasinya.


Perbedaan ini dijelaskan oleh Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (kusta) Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia Dr dr Sri Linuwih SW Menaldi, SpKK(K), FINSDV, FAADV kepada ANTARA saat ditemui di Jakarta, Kamis.


Ia mengungkapkan perbedaan bercak putih panu dengan kusta, salah satunya disertai mati rasa.

"Kusta itu kelainan kulit yang menyerupai banyak penyakit kulit yang lain dan mungkin kelainan itu tidak terasa atau mati rasa. Hal yang membedakannya dengan panu, (bercak putih) lebih banyak di area terbuka, itu mati rasa," kata dia.

Baca Juga: Pasar Lawas Mataram Digelar Hari Ini hingga 17 September 2023, Jajanan Paling Mahal Rp 10 Ribu

Dokter yang mengajar di Departemen Kulit-Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu juga mengatakan ada sedikit kemerahan di bagian pinggir bercak putih pada kusta. Walau begitu, adakalanya seluruh bercak justru berwarna merah.

Berbicara lokasi bercak, panu umumnya muncul di area yang tertutup pakaian, sementara kusta biasanya dijumpai di bagian pipi, lengan atau siku dan sebagian pasien kusta mendapati bercak di punggung mereka.

 

"Kemudian kalau panu itu biasanya kecil-kecil ukurannya, tetapi kalau panunya luas banget bisa juga ya. Lalu, panu kan gatal dan bersisik, kelihatan sekali," kata Sri.

Menurut Sri, adakalanya kusta justru tak menunjukkan gejala atau terlihat mata. Ini karena bakteri penyebab kusta yakni Mycobacterium leprae tidak merusak saraf atau hanya merusak saraf tetapi di bagian ujung akhir.

Baca Juga: Peringatan Hari Pariwisata Sedunia 2023 Dipusatkan di Riyadh Arab Saudi, Ini Agendanya

Dia menyarankan mereka yang menemukan bercak putih di tubuhnya dan tidak sembuh dengan pengobatan mandiri selama berbulan-bulan untuk segera berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui penyebabnya dan segera mendapatkan pengobatan apabila memang positif kusta.

"Kalau tidak sembuh-sembuh, tidak ada perubahan, dia harus berobat. Terutama kalau tidak merasa apa-apa, enggak gatal, enggak sakit. Ketika dia berusaha mengobati dalam beberapa bulan, begitu-begitu saja, segera harus berobat," jelas dia.

Pasien kusta yang tak mendapatkan penanganan atau pengobatan berisiko mengalami disabilitas, yang merupakan komplikasi permanen pada kusta dan menyebabkan keterbatasan melakukan aktivitas serta partisipasi dalam kegiatan sosial.

Menurut Kementerian Kesehatan, pasien kusta cenderung memiliki derajat disabilitas fisik progresif dengan probabilitas 35 persen.

Halaman:

Tags

Terkini