Hiking atau mendaki di dataran tinggi ternyata bisa picu hipertensi paru, begini penjelasan dokter

photo author
- Jumat, 28 November 2025 | 11:30 WIB
Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Subspesialis Pencegahan dan Rehabilitasi Kardiovaskular Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI) dr. Hary Sakti Muliawan, Ph.D., Sp.JP, Subsp.PRKv.(K)  dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/11/2025). ( ANTARA/Sinta Ambar   )
Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Subspesialis Pencegahan dan Rehabilitasi Kardiovaskular Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI) dr. Hary Sakti Muliawan, Ph.D., Sp.JP, Subsp.PRKv.(K)  dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/11/2025). ( ANTARA/Sinta Ambar  )


HARIAN MERAPI - Olahraga hiking ternyata bisa menjadi pemicu hipertensi paru. Mengapa ?


Bagi pasien berisiko, hiking atau mendaki di dataran tinggi berpotensi menyebabkan hipertensi paru.


Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Subspesialis Pencegahan dan Rehabilitasi Kardiovaskular Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI) dr. dr. Hary Sakti Muliawan, Ph.D., Sp.JP, Subsp.PRKv.(K) mengatakan bahwa aktivitas hiking atau mendaki di dataran tinggi bisa berpotensi menyebabkan hipertensi paru pada pasien yang berisiko.

Baca Juga: Klasemen Liga Europa: Lyon Rebut Posisi Puncak

“Ini agak unik sih, atlet atau orang-orang yang suka hiking, ke pegunungan itu saturasi oksigennya rendah dan itu kadang-kadang bisa mencetuskan hipertensi paru,” ujar dokter Hary dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Kamis.

Ia menambahkan bahwa kondisi udara dengan oksigen rendah bisa menyebabkan peningkatan tekanan paru yang membuat jantung kanan bekerja ekstra memompa darah ke paru-paru.

Namun demikian, hipertensi paru tak begitu saja dialami secara umum bagi individu yang gemar hiking, pasien yang berisiko yakni dengan kondisi penyakit jantung bawaan, penyakit autoimun seperti lupus, gangguan pada paru seperti TBC serta asma hingga ibu hamil lebih berpotensi mengalami hipertensi paru.

Pasien berisiko dapat mengalami hipertensi paru dengan gejala seperti sesak napas usai beraktivitas ringan seperti biasa, kelelahan, bengkak usai melakukan pendakian, ia pun menyarankan agar kondisi yang dianggap tak biasa ini sebaiknya tidak diabaikan dan segera melakukan konsultasi ke dokter spesialis jantung dan spesialis paru untuk memastikan kondisi sehingga mendapatkan perawatan yang tepat.

Baca Juga: Aceh Darurat Bencana Hidrometeorologi, 22 Meninggal dan 20.759 Orang Mengungsi

Pasien dengan risiko tersebut disarankan untuk melakukan pemeriksaan untuk memastikan kapasitas fisik dan menentukan aktivitas fisik yang tepat.

“Kita periksa dulu kapasitas fisiknya sebesar apa, biasanya kita ada hitungan yang kita turunkan dari kapasitas maksimal kita turunkan 80 persen sehingga dia bisa (olahraga),” ujarnya.

Dia menyarankan agar pasien dapat melakukan konsultasi dengan dokter spesialis jantung atau paru di rumah sakit dengan fasilitas yang mumpuni untuk mengetahui intensitas olahraga yang tepat.

Sementara itu, bagi masyarakat yang tinggal di dataran tinggi, lanjut dia, tidak secara merata semua masyarakat dapat terkena hipertensi paru, penyakit ini dapat terjadi pada masyarakat yang berisiko.

“Tapi lagi-lagi ini sifatnya genetik ya, jadi ada beberapa orang yang memang punya kerentanan terhadap genetik tersebut, maka tinggal di ketinggian itu hanya menjadi pencetus hipertensi paru. Tidak otomatis semua yang tinggal di ketinggian itu akan terjadi hipertensi paru, tidak juga,” tegasnya.

Baca Juga: Rutin Sumbang Darah, 350 Orang Dapat Penghargaan Wali Kota Magelang

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X