Bila anak ingin unjuk rasa, orang tua perlu ajak diskusi soal situasi di lapangan, termasuk kemungkinan terburuk seperti ini

photo author
- Jumat, 5 September 2025 | 11:30 WIB
Massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (4/9/2025).  (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (4/9/2025). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)



HARIAN MERAPI - Orang tua harus memberi perhatian pada anak yang hendak menggelar unjuk rasa.


Anak harus diberi pemahaman tentang situasi di lapangan saat unjuk rasa, termasuk kemungkinan terjadinya aksi kekerasan.


Psikolog Klinis Anak dan Remaja lulusan Universitas Indonesia Gisella Tani Pratiwi, M.Psi., Psikolog menekankan pentingnya mengajak anak yang ingin mengikuti aksi unjuk rasa berdiskusi dan memberikan fakta yang ada di lapangan.

Baca Juga: Pejabat publik diimbau tak pamer harta dan bijak dalam menggunakan medsos, ini alasannya

"Kita perlu memberikan ruang untuk diskusi, termasuk tentang konteks demonstrasi, protes, peraturan terkait dengan protes atau demonstrasi," kata Gisella saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.

Anggota Ikatan Psikolog Klinis (IPK) itu menyatakan orang tua perlu memiliki informasi yang cukup dan memadai ketika ingin membagikan edukasi pada anak untuk menyikapi atau merespons kondisi-kondisi sosial politik yang sedang terjadi pada negara.

Sebelum memberikan pemahaman pada anak, orang tua disarankan untuk mencari informasi dari sumber-sumber terpercaya.

Orang tua juga disarankan untuk melihat sejauh mana isu itu dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari anak, misalnya dari sisi kebijakan pendidikan atau akses kesehatan.

Baca Juga: Rayakan Harpelnas 2025, Indosat Bagikan Hadiah Spesial untuk Pelanggan Region Jateng dan DIY

Setelahnya, berikan anak sebuah ruang diskusi untuk mendengarkan sejauh mana ia sudah mengikuti perkembangan kondisi politik di masa kini. Tanyakan perasaannya setidaknya pada satu atau dua kasus yang cukup mencuat akhir-akhir ini.

Kemudian, orang tua dapat mengajak anak untuk mengulas beberapa fakta terkait dengan kasus yang sudah diikuti. Di sini, sangat penting untuk melihat reaksi emosional anak ketika menanggapi suatu masalah. Pastikan anak tetap merasa nyaman dan aman untuk bercerita.

Gisella menekankan penting untuk menggunakan bahasa yang sesuai dengan usia dan pemahaman anak, disertai dengan pendekatan yang tidak menghakimi atau menggurui.

Sampaikan informasi atau saran dalam diskusi secara terbuka, setara dan menunjukkan rasa ingin memahami perasaan agar anak bisa lebih bijak menyikapi isu.

"Kalau sudah memberikan fakta, kita boleh menyelipkan pendapat pribadi kita. Namun, pastikan itu terjelaskan, mana fakta, mana analisa atau pendapat pribadi orang tua, sehingga anak jelas seperti apa (situasinya)," ujar dia.

Baca Juga: Milatul Khaqimah Debut Kejuaraan Dunia MTB 2025 di Swiss

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X