Tahukah Anda peran musik dalam merangsang kinerja otak anak, simak penjelasan ahli

photo author
- Rabu, 23 Juli 2025 | 12:00 WIB
Ilustrasi - Otak Manusia.  (ANTARA/Handout)
Ilustrasi - Otak Manusia. (ANTARA/Handout)



HARIAN MERAPI - Tidak semua orang tua paham pentingnya musik bagi perkembangan otak anak.


Menurut psikolog, musik berperan penting merangsan kinerja otak anak.


Demikian disampaikan psikolog klinis anak dan remaja lulusan Universitas Padjajaran Michelle Brigitta Shanny M.Psi, Psikolog kepada ANTARA, Selasa.

Baca Juga: Kasus pembunuhan di Sutopadan, orangtua korban desak polisi tangkap pelaku lain dan semua yang terlibat dihukum seberat-beratnya


Ia mengatakan musik berperan penting dalam merangsang perkembangan otak anak dan berpengaruh terhadap kinerja otak melalui pengalaman sensorik.

“Selama masa pertumbuhan, otak anak sangat plastis, artinya mudah membentuk dan menguatkan koneksi antar-neuron melalui pengalaman sensorik,” kata Michelle .

Ia mengatakan musik dapat berpengaruh positif terhadap stimulasi area kognitif anak, termasuk untuk pemrosesan bahasa dan suara (lobus temporal), stimulasi yang berfokus pada pemikiran dan perhatian (lobus frontal) dan cerebelum untuk koordinasi motorik.

Michelle mengatakan musik juga berpengaruh dalam perkembangan bahasa anak yang penting untuk keterampilan membacanya.

“Dalam perkembangan bahasa, musik memperkuat keterampilan fonologis dan kosakata, yang penting untuk keterampilan membaca,” katanya.

Baca Juga: Ketua KORMI DIY lantik Pengurus KORMI Kabupaten Sleman periode 2025-2029, ini harapannya

Psikolog di Klinik Vajra Gandaria ini mengatakan musik juga membantu anak mengekspresikan dan memahami emosi mereka, serta menenangkan sistem saraf, serta mengembangkan koordinasi motorik dan ritme terutama melalui kegiatan seperti menari atau bermain alat musik, yang memperkuat integrasi sensorimotor.

Sementara itu, paparan musik yang tidak sesuai dengan usia anak dapat berdampak negatif terhadap perkembangan neurologis, emosional, dan sosial anak karena otak anak belum memiliki kapasitas penuh untuk menyaring atau memahami secara kritis isi dari konten tersebut.

“Dampaknya anak cenderung meniru apa yang dilihat atau didengar, bahkan tanpa memahami konteksnya. Anak yang sering mendengar lirik atau menonton adegan seksual atau kekerasan bisa menganggap bahwa hal tersebut adalah hal biasa, sehingga penerimaan mereka terhadap konten-konten tersebut lebih tinggi,” jelas Michelle.

Baca Juga: Konten Kreator Bikin Konten Fiktif Tentang Stadion Pakansari Akhirnya Minta Maaf

Ia juga menambahkan anak yang masih bersifat observasi dan meniru di masa pertumbuhannya bisa saja mulai meniru menggunakan bahasa kasar, memahami hubungan romantis secara keliru saat melihat adegan dewasa, atau memunculkan pertanyaan dan rasa ingin tahu yang belum siap untuk diproses anak.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X