Mencandra agresivitas remaja dengan multi perspektif

photo author
- Sabtu, 21 Juni 2025 | 17:00 WIB
Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si (Dok. Pribadi)
Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si (Dok. Pribadi)

Cara ini dilakukan oleh Comb dan kawan-kawan yang berpendapat bahwa untuk memahami tingkah laku seseorang harus mengetahui terlebih dahulu apa
yang difahaminya mengenai segala sesuatunya itu, bukan memahami apa-apa yang ada di luarnya itu.

Dengan pendekatan sosiologis mengasumsikan bahwa agresivitas yang dilakukan remaja merupakan produk sosial yang terakumulasikan (terkumpul) sejak remaja masih bayi atau bahkan sejak masih dalam kandungan sampai mereka menginjak masa remaja.

Ini artinya bahwa orang tua di rumah, guru di sekolah, teman dalam pergaulan dan kelompok sosial lain yang berinteraksi dengan remaja merupakan sumber utama terjadinya agresivitas remaja, manakala yang ditunjukkan mereka
adalah hal-hal yang kurang baik dan tidak edukatif.

Pendekatan psikologis menyatakan bahwa agresivitas remaja merupakan gambaran adanya krisis identitas yang sedang melanda diri seorang remaja.

Remaja yang masih dalam posisi “tapal batas” itu belum mampu menemukan nilai-nilai hidup yang pasti yang dapat dijadikan pegangan dalam hidupnya.

Sejalan dengan perkembangan yang dialaminya, remaja sedang mengalami masa
pubertas yang diwujudkan dengan munculnya gejolak jiwa dan selalu menentang setiap otoritas orang tua, pemegang kekuasaan, aparat keamanan, dan sebagainya.

Pendekatan yuridis merupakan pendekatan yang terakhir manakala ketiga pendekatan sebelumnya kurang menunjukkan keberhasilan.

Pendekatan ini menekankan pada berbagai sangsi yuridis yang akan dikenakan kepada remaja manakala mereka melakukan berbagai agresivitas yang akan dapat merugikan dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat di sekitarnya.

Dengan pendekatan humanistis, psikologis, dan sosiologis, nampaknya agresivitas remaja merupakan manifestasi dari protes remaja terhadap situasi dan kondisi yang selalu mengganggu proses pencarian jati diri mereka.

Dengan pendekatan ini artinya orang tua tidak boleh gegabah dalam memberikan penilaian (labelling) atas berbagai hal yang dilakukan oleh remaja.

Yang lebih penting adalah bagaimana orang tua memberikan kepuasan atas berbagai macam tuntutan dan kebutuhan mereka dengan cara menciptakan situasi dan kondisi yang lebih kondusif bagi pertumbukan dan perkembangan mereka.

Perlakuan orang tua yang seperti ini sudah barang tentu akan menambah keyakinan dan kesadaran diri remaja untuk selalu menghindari berbagai tindakan yang dapat dikategorikan sebagai kenakalan atau agresivitas remaja.

Budaya pergaulan yang sehat merupakan solusi atas tantangan munculnya perilaku remaja yang kurang kondusif dan cenderung anti sosial itu.

Dengan memahami agresivitas remaja melalui multi pendekatan, orang tua, guru, dan masyarakat dapat membantu remaja mengatasi perilaku agresif dan mengembangkan keterampilan emosi yang lebih baik untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.*

Penulis : Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si.,
Dosen Psikologi Pendidikan FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta,
Dewan Penasehat Paguyuban Keluarga Sakinah Teladan (KST) Provinsi DIY,
Dewan Pakar BP4 Kota Yogyakarta

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X